BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Hadist Nabi sampai kepada kita melalui proses
periwayatan para periwayat dari generasi sahabat ke generasi tabi’in dan tabi’
tabi’in kemudian dikodifikasikan. Para periwayat awal berkonsentrasi penuh
dalam mempelajari autentik atau tidaknya suatu hadist melalui periwayatan ini.
Mereka yang diterima periwayatannya berarti memenuhi persyaratan yang telah
digariskan.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian sahabat?
2. Apa
pengertian tabi’in?
3. Apa
pengertian atba’ tabi’in?
C.
Tujuan
1. Mengetahui
pengertian sahabat
2. Mengetahui
pengertian tabi’in
3. Mengetahui
pengertian atba’tabi’in
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sahabat
Nabi
a. Pengertian
sahabat
Ulama’ berbeda pendapat dalam mendefinisikan
sahabat. Menurut ulama’ hadits sahabat ialah setiap yang melihat rasulullah,
walaupun tidak lama persahabatannya, dan tidak meriwayatkan sehadits pun.
Menurut ulama’ ushul sebagaimana diriwayatkan
oleh Sa’id Bin Al-Musayyab :
“bahwasanya tidak di hitung sahabat , kecuali orang yang mukim
bersama rasululloh selama 1 atau dua tahun dan berperang bersama beliau
sebanyak sekali atau dua kali”[1]
Di tandaskan oleh Al-Hafidz bahwa pendapat yang paling shohih ialah “shahabi”
hanyalah orang yang berjumpa dengan Nabi Saw dalam keadaan dia beriman dan
meninggal dalam islam, baik dia bergaul lama dengan nabi atau tidak, baik dia
turut berperang bersama nabi, atau tidak, baik dia dapat melihat nabi tetapi
tidak duduk se majlis dengan nabi atau tidak dapat melihat nabi karena buta.[2]
Menurut Abu Zar’ah, jumlah sahabat sebanyak
114.000 orang. Masa shabat berakhir ketika abu thufail amir ibn watsilah
al-laitsi al-kinani wafat pada tahun 100 H. Abu Thufail adalah sahabat yang
terakhir.
Di sisi lain, untuk mengetahui bahwa seseorang
tergolong sahabat atau bukan, Al-Suyuthi merumuskan dengan beberapa bukti
berikut:
(a) Diriwayatkan
secara mutawattir, seperti sepuluh sahabat nabi yang di janjikan surga, yaitu
khulafaur rasyidin, Sa’ad Bin Abi Waqash, Sa’id Bin Zaid, Thalhah Bin
Ubaidillah, Zubair Bin Al-Awwam, Abdurrahman Bin Auf, Dan Abu Ubaidah Amir Bin
Al-Jarrah.
(b) Nama mereka
masyhur, tetapi tidak sampai diriwayatkan secara mutawattir seperti Dammam Bin
Tsa’labah dan Ukasyah Bin Mukhsan.
(c) Keterangan
dari seorang sahabat bahwa orang tersebut adalah sahabat seperti Hamamah Bin
Abi Hamamah Al-Dausi yang di akui status sahabatnya oleh Abu Musa Al-Asy’ari
karena ia mendengar dari nabi dan syahadatnya di saksikan. Hal itu di jelaskan
oleh Abu Nu’aim dalam Tark Ashbahan, Musnad Al-Thayalisi Dan Mu’jam
Al-Thabarani.
(d) Pengakuan
seorang tabi’in yang menceritakan bahwa dirinya adalah sahabat menurut Ibnu
Hajar.[3]
b. Sahabat Yang Dipandang Paling
Utama
Sahabat yang paling utama ialah Khalifah empat.
Sesudah mereka yang berempat ini, ialah sisa sahabat sepuluh yang telah
diakui mendapat surga, yaitu:
1. Sa’ad
ibn Abi Waqqash
2. Sa’id
ibn Zaid
3. Thalhah
ibn Ubaidullah
4. Az-Zubair
ibn Al-Awwam
5. Abdurrahman
ibn Auf
6. Abu
Ubaidah ibn Jasrah
Sesudah mereka ini,ialah sahabat-sahabat yang
menyaksikan perang Badr. Kemudian yang menyaksikan peperangan Uhud.
Sesudah itu, para sahabat yang hadir dalam
mengadakan Baitur Ridlwan di Hudaibiyah.
Dan terakhir, adalah sahabat Assabiqunal
Awwalun.[4]
c. Sahabat
yang ,mula-mula memeluk agama islam
Ahli tahqiq berpendapat,
bahwa sahabat yang paling dahulu memeluk agama islam; dari sahabat pria, ialah
Abu Bakar, dari para wanitialah
Khadijah, dari anak-anak ialah Ali ibn Abi Thalib, dari mawali ialah Zaid ibn
Haritsah, dan terakhir dari budak ialah Bilal ibn Rabbah,[5]
d. Sahabat
Yang Paling Akhir Wafatnya
Seluruh ulama sepakat dan menetapkan, bahwa
sahabat yang paling terakhir wafatnya ialah:
Abu Thufa’il ‘Amer ibn Wasilah Al-Laitsi, demikianlah pendapat Muslim,
Al-Mizzi, dan Ibnu Mandah. Abu
Thufa’il wafat di Mekkah pada
tahun 100 H. Ada yang mengatakan 102 H, ada yang mengatakan 107 H. Dialah
penghabisan sahabat yang wafat di makkah.
Sahabat yang paling terakhir wafat di Madinah
ialah As-Saib ibn Yazid pada tahun 80 H.
Menurut pendapat Ibnul madini, sahabat yang terakhir wafat di Madinah
Sahal ibn Sa’ad Al-Anshari pada tahun 88 H.
Sahabat yang paling terakhir wafat di Mesir
ialah Abdullah ibn Harist Az-Zabidi pada tahun 89 H.
Sahabat yang paling terakhir wafat di Tha’if ialah Abdullah ibn Abbas
Sahabat yang paling terakhir wafat di Bashrah
ialah Annas ibn Malik pada tahun 93 H.
Sahabat yang paling terakhir wafat di Syam
ialah Abu Umamah
Sahabat yang paling terakhir wafat di Yamamah
ialah Al-Hirmas ibn Ziyad Al-Baanil.
Sahabat yang paling terakhir wafat di Samarkand
ialah Al-Fadl ibn Abbas.
Sahabat yang paling terakhir wafat di Barqah
ialah Ruwaifi ibn Tsabit Al-Anshari wafat pada tahun 66 H.
Dan yang paling akhir meninggal di Sijistan ialah Al’ada ibn
Khalid ibn Handa.[6]
B. Tabi’in
a.
Pengertian tabi’in
Tabi’in secara bahasa diartikan dengan
pengikut.sementara itu secara istilah tabi’in diartikan dengan orang yang
bertemu denga sahabat dan meninggal dalam keadaan islam, sekalipun masih
berusia muda, baik bertemu dalam waktu yang singkat maupun lama. Disisi lain,
Al-Khatib memberikan definisi yang sederhana bahwa tabi’in ialah orang yang
bertemu dengan sahabat.[7]
Tabi’i pada asalnya berarti pengikut.
Dimaksudkan dalam ilmu hadist ialah “seluruh
umat islam yang bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya, tidak bertemu dengan
Nabi SAW dan tidak pula semasa dengan Nabi SAW”. Mufrad dari tabi’in ialah tabi’. Dan tabi’ini
bisa dijamakkan dengan atba’.[8]
b. Masa
Permulaan Tabi’in
Yang berjumpa dengan sahabat Anas ibn Malik di
Bashrah. Yang berjumpa dengan As-Sa’ib di Madinah. Yang berjumpa dengan Abu
Umamah Shudai ibn Ajlam di Syam yang berjumpa dengan Abdullah ibn Abi Aufa di
Kuffah yang berjumpa dengan Abdullah ibn Harist
Az-Zabidi di Mesir dan yang berjumpa dengan Abu Thufa’il di Makkah.[9]
c. Tabi’in
Yang Paling Utama
Tabi’in yang paling utama ialah Uwais ibn Amr
al-Qarni. Menurut pendapat Ahmad ialah Sa’id ibn Musayyab sebenarnya ini bukanlah
perselisihan yang hakiki, karena sebenarnya masing masing mereka mempunyai segi
keistimewaan tersendiri. Dari segi Wara’, Uwais lah yang paling utama,
dari segi kealiman, Said yang paling utama. Demikian yang dikatakan oleh
Al-Bulqiny.
Diantara tokoh-tokoh tabi’in yang paling
terkemuka ialah fuqaha tujuh yaitu :
1) Sa’id
Al-Musayyab
2) Al-Qasim
ibn Muhammad ibn Abi Bakar
3) Urwah
ibn Zubair
4) Kharijah
ibn Zaid
5) Abu
Ayyub Sulaiman ibn Yassar Al-Hilali
6) Ubaidullah
ibn Utbah
Ada 2 pendapat, pendapat kesatu mengatakan
Salim ibn Abdullah. Dan pendapat kedua mengatakan Abu Salamah ibn Abdurrahman
ibn Auf.[10]
C. Atba’
tabi’in
a. Pengertian
Atba’ tabi’in
Ialah
orang-orang yang bertemu dengan tabi’in. Masa mereka dimulai pada tahun 180H
yaitu tahun ketika Khalaf ibn Khalifah wafat. Beliau merupakan tabi’in
terakhir. Selanjutnya thabaqah setelah tabi’u at-tabi’in adalah orang-orang
yang bertemu dengan tabi’u at-tabi’i yang dimulai dari tahun 220 H s/d 300 H.[11]
Ialah
orang-orang yang menyertai dan mengambil haditsnya dari tabi’in sekalipun tidak
lama menyertainya, menurut pendapat yang shohih, diantaranya Imam Malik dan
Imam Syafi’i.[12]
b.
Tingkatan Generasi Tabi’u At-Tabi’i Dan Setelahnya
Pada
tahun 300H inilah, menurut Al-Hafidzh
Al-Dzahabi, masa periwayatan selesai.
Masa generasi tabi’u at-tabi’in ini dibagi menjadi 3 thabaqah,
yaitu:
1.
Thabaqah senior, diantaranya Imam Ahmad ibn Hanbal
2.
Thabaqah pertengahan, seperti Imam Al-Bukhari, dan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sahabat ialah orang yang berjumpa dengan Nabi
Saw dalam keadaan dia beriman dan meninggal dalam islam, baik dia bergaul lama
dengan nabi atau tidak, baik dia turut berperang bersama nabi, atau tidak, baik
dia dapat melihat nabi tetapi tidak duduk se majlis dengan nabi atau tidak
dapat melihat nabi karena buta.
Untuk mengetahui bahwa seseorang tergolong
sahabat atau bukan, Al-Suyuthi merumuskan dengan beberapa bukti berikut:
Diriwayatkan secara mutawattir seperti 10 sahabat nabi yang dijanjikan surga.
Nama mereka masyhur, tetapi tidak sampai diriwayatkan secara mutawattir.
Keterangan dari seorang sahabat bahwa orang tersebut adalah sahabat. Pengakuan
seorang tabi’in yang menceritakan bahwa dirinya adalah sahabat menurut Ibnu
Hajar.
Sedangkan pengertian dari tabi’in adalah seluruh
umat islam yang bertemu dengan sahabat, berguru kepadanya, tidak bertemu dengan
Nabi SAW dan tidak pula semasa dengan Nabi SAW”. Masa Permulaan Tabi’in adalah ketika
seseorang yang berjumpa dengan sahabat Anas ibn Malik di Bashrah. Yang berjumpa
dengan As-Sa’ib di Madinah. Yang berjumpa dengan Abu Umamah Shudai ibn Ajlam di
Syam yang berjumpa dengan Abdullah ibn Abi Aufa di Kuffah yang berjumpa dengan
Abdullah ibn Harist Az-Zabidi di Mesir
dan yang berjumpa dengan Abu Thufa’il di Makkah.
Tabi’in yang paling utama ialah Uwais ibn Amr
al-Qarni. Menurut pendapat Ahmad ialah Sa’id ibn Musayyab sebenarnya ini
bukanlah perselisihan yang hakiki, karena sebenarnya masing masing mereka
mempunyai segi keistimewaan tersendiri. Dari segi Wara’, Uwais lah yang
paling utama, dari segi kealiman, Said yang paling utama. Demikian yang
dikatakan oleh Al-Bulqiny.
Sedangkan yang dimaksud dengan atba’ tabi’in
ialah orang-orang yang menyertai dan mengambil haditsnya dari tabi’in sekalipun
tidak lama menyertainya, menurut pendapat yang shohih, diantaranya Imam Malik
dan Imam Syafi’i.
Pada tahun 300H inilah, menurut Al-Hafidzh Al-Dzahabi, masa
periwayatan selesai. Masa generasi
tabi’u at-tabi’in ini dibagi menjadi 3 thabaqah, yaitu: Thabaqah
senior, diantaranya Imam Ahmad ibn Hanbal Thabaqah pertengahan, seperti
Imam Al-Bukhari, dan Thabaqah junior, diantaranya At-Tirmidzi.
B. Saran
Kami menyadari bahwasanya
penyusun dari makalah ini ialah manusia yang tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan, sedangkan kesempurnaan hanya milik Alloh SWT, hingga dalam
penulisan dan penyusunannya masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan
saran yang konstruktif akan senantiasa penyusun nanti dalam upaya evaluasi
diri. Akhirnya, kami hanya bisa berharap bahwa dibalik ketidaksempurnaan
penulisan dan penyusunan makalah ini, adalah ditemukan sesuatu yang dapat
memberikan manfaat atau bahkan hikmah bagi penyusun maupun pembaca sekalian.
DAFTAR PUSTAKA
As-Shieddieqy , Muhammad
Hasbi. Sejarah dan Pengantar ILMU HADIST. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
2009
As-Shieddieqy, Muhammad
Hasbi. Sejarah dan pengantar ILMU HADIST. Semarang: Pustaka Rizki Putra.
1999
Fayyad, Mahmud Ali. Manhaj
Al-Muhadditsin Fii Dhabth As-Sunnah. Bandung: Pustaka Setia. 1998
Haqiqi, Aiman Nuril. Kamus
Hadist. Jombang: ISFA Press. 2011.
Muhammad, Abu Bakar. Hadist
Tarbiyah 1. Surabaya: Al-Ikhlas
Khon, Abdul Majid. Takhrij
Dan Metode Memahami Hadist. Jakarta: Amzah. 2014
[1]
Takhrij dan metode memahami hadist.2014. 90
[2]
Sejarah dan pengantar Ilmu Hadist.1999. 237
[3]
Takhrij dan metode memahami hadist. 2014. 91
[4]
Sejarah dan pengantar Ilmu Hadist.1999. 245
[6]
Sejarah dan pengantar Ilmu Hadist. 1999. 247
[7]
Takhrij dan metode memahami hadist. 2014. 93
[8]
Sejarah dan pengantar Ilmu Hadist. 1999. 250
[9]
Sejarah dan pengantar Ilmu Hadist. 2002. 218
[10]
Ibid. 2002. 218
[11]
Takhrij dan metode memahami hadist. 2002. 95
[12]
Ibid. 1998. 51
[13]
Ibid. 2014. 96
Comments
Post a Comment