BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Sering kali kita sebagai
orang islam tidak mengetahui kewajiban kita sebagai seorang muslim, sehingga
kita sering melupakan kewajiban kita terutama sholat. Atau terkadang mengetahui
tentang kewajiban seorang muslim tapi enggan untuk melakukanya. Bahkan banyak
diantara kita yang tidak tau terhadap apa yang dilak
ukan.
Dalam
istilah lain, sholat merupakan bentuk ibadah yang diwujudkan dengan melakukan
perbuatan-perbuatan tertentu disertai ucapan-ucapan tertentu dan dengan syarat-syarat
tertentu pula.
Banyak yang tidak mengetahui hal-hal
mengenai sholat. Bahwa sholat harus didirikan dalam satu hari satu malam
sebanyak lima belas kali sebanyak tujuh belas roka’at.shalat tersebut menjadi
kewajiban seorang muslim mukallaf tanpa terkecuali, baik dalam keadaan sehat
atau pun sakit.
Selain sholat fardhu, ada juga sholat sunnat.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
devinisi dari sholat ?
2. Apakah
syarat-syarat sholat ?
3.Apakah rukun-rukun sholat ?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
mendiskripsikan pengertian Sholat
2. Untuk menjelaskan syarat sholat
3. Untuk
mengetahui dan menjelaskan tentang rukun-rukun sholat
BAB II
PEMBAHASAN
2.1Definisi
sholat
Secara bahasa sholat berarti (permohonan) akan
kebaikan , sedangkan menurut istilah agama (islam) , sholat adalah
ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan yang dibuka (dimulai) dengan ucapan
takbir (Allahu Akbar) dan ditutup (diakhiri) dengan ucapan salam (Assalamu’allaikum
Warahmatullah) dengan syarat-syarat yang khusus . Sholat ini diwajibkan pertama
kali pada malam Israj Mikraj satu setengah tahun sebelum hijrah , namun ada
sebagian orang yang berpendapat bahwa diwajibkannya itu setahun sebelum hijrah
, dan ada pula yang mengatakan enam bulan atau setengah tahun sebelum hijrah
pertama kali , shoalat ini diwajibkan selama lima puluh kali kemudian kemudian
dikurangi hingga menjadi lima kali (sehari semalam) sholat yang diwajibkan
kepada masing-masing individu (fardu ain) sebanyak lima kali sehari semalam
merupakan kewajiban agama yang ditetapkan dengan dalil yang pasti . Oleh sebab
itu , siapa yang mengingkari kewajibannya , maka ia telah khafir . Sholat yang
lima kali ini berjumlah tujuh belas rakaat adapun dasar hukum kewajibannya
sebelum lima adalah firman Allah SWT
Adapun sholat wajib yang lima itu adalah
sholat Subuh , sholat Dzuhur , sholat
Azhar , sholat magrib dan dan sholat
Isya :
1. Sholat Shubuh sebanyak dua rakaat , dinamakan
dengan subuh karena ia merupakan awal waktu siang ada pula yang mengatakan
karena sholat itu terjadi setelah fajar yang mengandung sinar warna putih dan
merah dimana orang arab mengatakan “wajhun sabihun” terhadap muka (wajah) yang
memiliki warna putih dan merah tersebut
(putih kemerah-merahan) waktu sholat subuh masuk dengan terbitnya fajar
kedua (sadiq) sedang akhir waktunya untuk waktu ikhtiar adalah sampai sinar
menguning dan waktu jawaz berakhir sampai terbit matahari .
2. Sholat dzuhur
ini dinamakan dengan dzuhur karena ia dilaksanakan pada waktu zahirah
atau sangat panas tapi ada pula yang mengatakan sebabnya sholat tersebut tampak
di tengah hari dan yang lainnya berpendapat bahwa penamaan demikian itu
karena ia merupakan sholat pertama yang
muncul dalam Islam , sholat dzuhur ini sebanyak empat rokaat dan awal waktunya
adalah mulai tergelincir (zawal) matahari atau condongnya dari tengah-tengah
langit , sedangkan akhir waktunya adalah apabila bayangan suatu benda sama panjang
dengan aslinya selain bayangan yang ada ketika terjadi zawal tersebut
3. Sholat azhar ini dinamakan sholat azhar karena
semasa dengan waktu sholat azhar , yaitu
sore hari atau petang sholat azhar ini sebanyak empat rokaat awal waktunya
adalah apabila bayangan suatu berada sama panjang dengan aslinya ditambah
sedikit sedangkan akhir waktunya pada waktu biasa adalah apabila bayangan dua
kali lipat bendanya
4. Sholat magrib sebanyak tiga kali rokaat , dinamakan
dengan (magrib) karena pelaksanaanya setelah gurub (terbenam matahari) asal
dari kata al-garib adalah al-bu’du (jauh) dan garaba berarti ba’uda (menjauh)
yang maksudnya adalah terbenam matahari dengan sempurna di daerah padang pasir
(pedalaman) , hal tersebut diketahui dengan redup dan turunnya sinar matahari
dari puncak gunung (bukit) dan menjelang gelap di tempat terbitnya (timur)
waktu sholat magrib masuk apabila matahari telah terbenam dengan rentang waktu
sampai hilangnya mega merah
2.2Waktu-waktu sholat
Sholat
isya’ sebanyak empat rokaat dan waktunya mulai masuk dengan hilangnya mega
merah sedangkan akhir waktunya yang terpilih ada dua pendapat , pertama
pendapat yang masyhur dalam qaul jadid yaitu berlangsung sampai sepertiga malam
, kedua pendapat yang terdapat dalam qaul qadim tapi pendektean dalam qaul
jadid yaitu berlangsung sampai seperdua malam . Sedangkan akhir waktu jawaz
adalah sampai terbit fajar kedua (fajar sidiq) yaitu fajar yang sinarnya
menyebar di penjuru langit , berbeda dengan fajar kazib (dusta) karena ia
menerbitkan sinar memanjang seperti ekor serigala yang kemudia diikuti dengan
kegelapan 2.2 Waktu-waktu untuk
mengerjakan sholat
Allah Aza
Wa Jalla mewajibkan shalat lima waktu dan membatasi masing-masing shalat itu
dengan rentang waktu pelaksanaannya yang tertentu, seperti dalam firman allah
yang berbunyi: “
Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelapnya malam dan
(dirikanlah pula shalat) subuh sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh
(malaikat)” (QS. Al-isra: 78). Shalat pertama kali yang di lakukan adalah
shalat Dzuhur. Sholat Dzuhur adalah
sholat yang pertama kali muncul karena ia adalah shalat yang pertama
kali di lakukan jibril AS ketika mengarjakan kepada Nabi Muhammad SAW, dan
allah juga memulai firmannya dengan shalat tersebut, yaitu : “Dirikanlah shalat
dari sesudah matahari tergelincir”. Oleh
sebab itu, para ahli fiqih juga memulai pembahasan dengan shalat Dzuhur, yaitu:
A. Waktu Shalat Dzuhur
Shalat
ini dinamai dengan shalat Dzuhur karena ia dilaksanakan pada waktu zahirah atau
sangat panas. Tapi, ada pula yang mengatakan sebenarnya shalat tersebut tampak
di tengah hari, dan yang lainnya berpendapat bahwa penanaman demikian karena ia
merupakan shalat yang pertama kali yang muncul dalam islam.
Shalat
Dzuhur ini sebanyak empat rakaat dan awal waktunnya adalah mulai tergelincirnya
(zawal) matahari atau condong dari tengah-tengah langit. Sedangkan akhir
waktunya adalah apabila bayangan suatu benda sama panjang dengan aslinya selain
bayangan yang ada ketika terjadi zawal tersebut. Mayoritas ulama mazhab syafi’i mengatakan
bahwa shalat dzuhur itu memiliki tiga kategori waktu, yaitu:
1. Waktu utama, yakni awal waktu Dzuhur (kurang atau
kelebihan selama 45 menit)
2. Waktu biasa (ikhtiar), yakni samapi akhir waktu.
3. Waktu uzur yaitu waktu asar bagi orang yang melakukan
jama’ takhir.
Apabila
seseorang mengakhiri shalat Dzuhur tanpa alasan (yang benar), dimana pada akhir
waktu itu dia tidak bisa menyelesaikan shalat seluruh rakaatnya, maka ia
berdosadan waktu ia shalat itu merupakan waktu yang di haramkan. Secara umum,
waktu utama adalah waktu yang paling utama untuk melaksanakan shalat dan
rentang waktunya kurang lebih 45 menit dari awal waktu. Hanya saja, ketika
panas terik di sunahkan agar shalat Dzuhur diakhiri dari awal waktunya hinnga
panas terik itu tidak menjadi sebab hilangnya kekhusyukan. Dalam hal ini iman
anas meriwayatkan, katanya: “ adalah Nabi SAW apabila udara sangat dingin, ia
bersegera shalat (di awal waktu) dan apabila udara sudah sangat panas, ia
mengundurkan shalat (Dzuhur) hingga udara menjad reda (dingin).” (HR. Bukhori)
Al- hafiz
Ibnu Hajar berkata: “telah terjadi perselisihan pendapat dalam batas udara
mendingin (reda). Menurut sebagaian ulama, hingga bayangan suatu benda
sepanjang satu hasta dari bayangan tergelincir matahari. Sebagian yang lain
mengatakan, hingga bayangan tergelincirnya matahari. Sebagaian yang mengatakan,
hingga bayangan suatu benda seperempatnya, dan ada pula yang mengatakan
sepertigannya. Selain itu ada pula yang mengatakan setengahnya dan kata
sebagian lagi bukan demikian. Al-maziri menempatkan batas waktu yang di
perselisihkan ini sesuai dengan kaidah bahwa hal itu berbeda sesuai dengan
perbedaan kondisi (musim). Akan tetapi (batas pengunduran itu) dengan syarat
tidak mengulur sampai akhir waktu. [1]
B. Sholat Ashar
Waktu shalat Ashar dimulai
ketika bayangan benda sama panjang dengan benda tersebut hingga menguningnya
matahari di ufuk barat. Tidak dibenarkan mengakhirkan shalat Ashar sampai
menguning matahari di ufuk barat, kecuali bagi seorang yang dalam keadaan
darurat. Rasulullah pernah bersabda tentang
orang yang mengakhirkan shalat Ashar hingga menguning matahari di ufuk barat.[2]
Shalat ini dinamai dengan ashar karena
semasa dengan waktu maghrib, yaitu sore hari atau petang. Shalat ashar ini
sebanyak empat rakaat. Awal waktunya adalah apabila bayangan suatu benda sama
panjang dengan aslinya ditambah sedikit. Sedangkan akhir waktunya pada waktu
biasa adalah apabila bayangan dua kali lipat bendanya. Hal ini didasarkan
kepada hadits jibril AS. Adapun akhir waktu ashar pada waktu jawas (boleh)
adalah sampai terbenamnya matahari. Berdasarkan sabda rasullullah SAW: “ Siapa
yang mendapatkan subuh satu rakaat sebelum terbit matahari, berati dia telah
mendapatkan subuh seutuhnya. Siapa yang mendapatkan ashar satu rakaat sebelum
matahari terbenam, berarti dia telah mendapat ashar seutuhnya”. (HR. Mutafaq
Alaih)
Pada kesempatan lain Rasulullah SAW juga
mengatakan: “Dan waktu ashar itu selama belum terbenamnya matahari”. (HR. Ibnu
Abi Syaibah)
Dalam kitab Al-Iqna dan Mugni Al-Muhtaj, disebutkan bahwa
ashar itu memiliki tujuh kategori waktu, yaitu :
1. Waktu utama, yaitu awal waktu sampai bayangan seorang
sama sepanjang badannya ditambah setengah lagi.
2. Waktu biasa (ikhtiar), yaitu sampai bayangan dua kali
aslinya.
3. Waktu uzur, yaitu waktu zuhur bagi orang yang melakukan
jama’ takdim
4. Waktu darurat, yaitu diakhir waktu manakalah matahari
terbenam sebagaimana disebutkab dalam kitab raudhah An-Nadiyah. Maka di
bolehkan mengakhirkannya lantaran suatu uzur dan darurat. Seperti perempuan
haid (mensstruasi) yang sedang bersuci atau orang kafir yang masuk islam.
5. Waktu jawas yang tidak makhruh, yaitu sampai matahari
menguning
6. Waktu makhruh, yaitu ketika sinar matahari telah
menguning sampai terbenam matahari
7. Waktu haram, yaitu di akhir waktu yang tidak mungkin
melakukan semua rakaatnya pada rentang waktunya, apabila hal ini kita katakan
adaan (bukan qadaan).
Namun
dalam kitab Al-majmu, imam Nawawi menyebutkan bahwa ashar itu memiliki lima
kategori waktu, yaitu:
1. Waktu utama
2. Waktu biasa (ikhtiar)
3. Waktu jawaz yang tidak makhruh
4. Waktu jawaz yang
makhruh
5. Waktu uzur
C. Waktu Sholat Maghrib
Waktu shalat Maghrib dimulai sejak matahari
terbenam hingga awan (mega) merah di ufuk barat menghilang. Dianjurkan
menyegerakan shalat Maghrib dan dimakruhkan untuk mengakhirkannya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah: “Umatku akan selalu berada dalam kebaikan atau
(selalu) di dalam fitrah selama mereka tidak mengakhrikan shalat Maghrib hingga
bintang-bintang terlihat gemerlapan.”[3]
Shalat
magrib sebanyak tiga rakaat. Dinamika demikian (magrib) karena pelaksanaannya
setelah gurub ( terbenan matahari). Asal arti kata al-gharib adalah al-bu’du
(jauh) dan gharib berarti ba’uda (menjauh), yang di maksudnya adalah terbenam
matahari dengan sempurna. Di daerah padang pasir (pedalaman), hal tersebut
diketahui dengan redup dan keturunannya sinar matahari dari puncak gunung
(bukit) dan menjelang gelap di tempat terbit (timur). Waktu sholat magrib masuk
apabila matahari telah terbenam dengan waktu sampai hilangnya mega merah.
Adapun
hadis jibril As tentang shalat dua hari dengan satu waktu (seperti orang
berpuasa berbuka ) dibawa kepada waktu ikhtiar. Yang, jelas hadis jibril
tersebut adalah yang menjadikan para ahli fiqih berkata ; “sesungguhnya shalat
magrib rentang waktunya kira-kira sepanjang adzan untuknya di tambah bersuci
(wudhu), pakai baju, iqamat shalat dan shalat lima rakaat, yang tiga rakaat
fardhu dan dua rakaat lagi sunnat”. Berdasarkan hal ini, shalat magrib memiliki
tiga kategori waktu, yaitu:
1. Waktu utama dan ikhtiar, yaitu di awal waktu
2. Waktu wajaz , yaitu selama belum hilang mega merah
3. Waktu uzur, yaitu waktu isya bagi yang melakukan jamak
takhir
Dengan
mengutip pendapat imam tirmidzi, syekh Al-Asnawi berkata “Waktu makhruhnya
adalah mengakhirkannya dari waktu yang di katakan imam syafi’i dalam qaul jadid
yang disndarkan kepada zahir hadits jibril di atas”. Dan syekh Al-khatib
Asy-syafi’i berkata : “ magrib juga memiliki waktu darurat dan waktu haram”.[4]
D. Waktu Shalat isya’
Waktu shalat
Isya‟ dimulai sejak menghilangnya awan merah hingga tengah malam. Yang dimaksud
tengah malam adalah jarak antara waktu Maghrib sampai waktu Shubuh. Dianjurkan
mengakhirkan shalat Isya selama tidak ada kesulitan dalam melakukannya. Diriwayatkan dari Aisyah ia berkata;“Pada suatu malam pernah Nabi
mengakhirkan shalat Isya hingga penghuni masjid tidur. Kemudian beliau keluar
untuk melakukan shalat (Isya) dan bersabda, “Sungguh inilah waktunya jika tidak
memberatkan umatku.” Berkata Syaikh
„Abdurrahman Ibnu Shalih Alu Bassam“Shalat Isya yang lebih utama adalah
mengakhirkan(nya sampai pertengahan malam), (jika) hal itu tidak memberatkan
(makmumnya).” Dimakruhkan tidur sebelum Isya dan berbincang- bincang
setelahnya, kecuali untuk suatu kemaslahatan. Diriwayatkan dari Abu Barzah
Al-Aslami y, ia berkata;
“Rasulullah biasanya suka
mengakhirkan shalat Isya yang disebut dengan atamah. Dan beliau tidak suka
tidur sebelumnya dan bercakap-cakap setelahnya. Berkata Syaikh Abdurrahman Ibnu
Shalih Alu Bassam “Dimakruhkan berbicara
setelah shalat Isya sehingga tidak shalat malam dan tidak shalat Shubuh
berjama’ah, akan tetapi bukan berarti tidak boleh membicarakan ilmu yang
bermanfaat untuk kaum muslimin.”[5]
Akhir waktu yang terpilih ada dua
pendapat. Pertama, pendapat yang masyhur dalam qaul jadid, yaitu berlangsung
sampai sepertiga malam. Kedua, pendapat yang terdapat dalam qaul qadim tapi
pendiktrinan dalam qaul jadid yaitu berlangsung sampai seperdua malam. Mereka
berpegang teguh kepada pertama diantara lain adalah al-baghawi, Ar-rafi’i,
al-Marwardi, al-ghazali dan asy-syasyi. Sedang mereka yang berpegang dengan
pendapat kedua adalah Abu Ishak Al-mawarsi.
Sedangkan akhir Waktu jawaz adalah
sampai fajar kedua (fajar sidiq), yaitu fajar yang sinarnya menyebar di penjuru
langit, berbeda dengan fajar kazib (dusta) karena ia menerbitkan sinar seperti
ekor serigala yang kemudian di ikuti dengan kegelapan. Selain itu, para ahli
fiqih mengatakan bahwa isya’ memiliki tujuh kategori:
1. Waktu utama, yaitu di awal waktu
2. waktu biasa (ikhtiar) sampai sepertiga malam atau
seperdua malam
3. Waktu Jawaz, yaitu sampai terbit fajar sadiq
4. Waktu haram
5. Waktu darurat
6. Waktu uzur, yaitu waktu magrib bagi orang yang
melakukan jama’ takdim
7. Waktu makhruh yang menurut syekh Abu Hamid, antara
fajar sadiq dan fajar kazib. [6]
E. Waktu Sholat Subuh
Fajar
terbagi menjadi dua, yaitu; fajar kadzib (dusta) dan fajar shadiq (benar).
Fajar kadzib yaitu cahaya putih yang panjang menjulang yang tampak di sisi
langit, kemudian cahaya tersebut menghilang yang diikuti dengan kegelapan.
Sedangkan fajar shadiq yaitu cahaya putih panjang melintang yang muncul di ufuk
timur. Cahaya tersebut terus bertambah terang hingga matahari terbit.
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah a bersabda: “Fajar itu ada dua
macam yaitu; fajar yang diharamkan memakan makanan dan diperbolehkan melakukan
shalat (Shubuh, yaitu; fajar shadiq) dan fajar yang diharamkan melakukan shalat
(Shubuh) dan diperbolehkan memakan makanan (yaitu; fajar kadzib).” Kata subuh menurut
tinjauan bahasa, mempunyai arti “permulaan siang hari”. Dan disebut “shubuh”,
karena dikerjakan sewaktu tiba permulaan hari. Dan pada shalat subuh itu,
terdapat (juga) lima waktu, sebagaimana Ashar, sebagai berikut : Pertama: waktu
yang utama, yaitu awal masuk waktunya shalat subuh. Kedua: Waktu ikhtiar.
Tentang waktu ikhtiar ini, mushannif menjelaskan di dalam ucapan : “ permulaan
waktu shalat subuh itu (semenjak) munculnya fajar yang kedua (shadiq).
Sedangkan akhir waktu shalat subuh sampai pada hari mulai siang. Ketiga : Waktu
jawaz “akhir waktu shalat subuh di dalam waktu jawas dengan disertai hukum
makhruh ialah hingga sampai terbitnya matahari. Keempat: Waktu jawas tanpa
disertai hukum makhruh yaitu (masuknya waktu subuh) hingga sampai pada munculnya
warna merah (di langit sebelum terbitnya matahari). Kelima : waktu haram. Yaitu
mengakhirkan shalat hingga sampai pada sisa waktu yang tidak muat mengerjakan
shalat subuh.[7]
2.3 Macam-macam sholat
Sholat dalam agama islam di kelompokan menjadi dua macam
yaitu sholat fardhu dan sunnah
A. SHOLAT FARDHU
1. Sholat Dzuhur
2. Sholat Ashar
3. Sholat Magrib
4. Sholat Isya’
5.Sholat Subuh
2.4 Syarat-syarat sholat
Syarat-syarat sholat yang mendahului
sholat dan wajib dipenuhi oleh orang yang hendak melakukannya dengan ketentuan
bila ketinggalan salah satu di antaranya maka sholatnya batal ialah :
A. Mengetahui masuknya waktu , dan ini cukup dengan
sangkaan kuat , maka siapa yang yakin bahwa waktu telah masuk dibolehkanlah
untknya sholat baik itu hal diperbolehnya pemberitahuan orang-orang yang
dipercaya atau seruan adzan dari muadzdzin yang jujur atau ijtihad pribadi atau
salah satu sebab yang bisa menghasilkan ilmu dan keyakinan
B. Suci dari hadats kecil dan hadats besar ,
berdasarkan firman “ hai kamu orang-orang yang beriman! Jika kamu hendak
melakukan sholat maka basuhlah muka dan tanganmu hingga siku dan sapulah
kepalamu kemudian basuh kakimu sampai kedua mata kaki! Dan jika kamu dalam
keadaan junub , hendaklah kamu bersuci ,
allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan tidak akan menerima sedekah dari
harta rampasan yang belum dibagi
C. Suci badan , pakaian dan tempat sholat dari najis
yang kelihatan jika itu mungkin , jika tidak dapat dihilangkan boleh sholat
dengannya dan tidak wajib mengulang
D. Menutup aurat , berdasarkann firman allah “ hai
anak cucu adam ! Ambilah hiasanmu setiap aku sujud! ( al-A’raf 31) yang dimakud
dengan hiasan disini adalah alat untk menutupi aurat sedang dengan sujud adalah
shaolat . Jadi artinya tutuplah auratmu setiap mengerjakan sholat
E. Menghadap kiblat , para ulama sudah sepakat bahwa
orang yang melakukan sholat itu wajib menghadap kearah Masjidil Haram
Syarat-syarat
dan kewajiban mengerjakan sholat itu ada tiga perkara :
1.
Islam
, maka sholat tidak wajib dikerjakan oleh orang kafir ashli , dan juga tidak
wajib baginya mengerjakan sholat qadla’ atas ketertinggalannya ketika ia sudah
masuk islam adapun orang yang keluar dari agama (murtad) , maka ia wajib
mengerjakan sholat dan mengerjakan sholat qadla’ atas ketertinggalannya jika ia
telah kembali lagi ke agama islam .
2.
Sudah
mencapai baligh , maka sholat itu tidak wajib dikerjakan oleh seorang anak
laki-laki dan perempuan yang masih kecil (belum pintar) . Tetapi mereka harus
diperintah agar melakukan sholat setelah
berusia 7 (tujuh) tahun demikian itu jika memang sewaktu usia itu dia sudah
pintar (tamyiz) dan apabila seusia itu (7 tahun) dia belum pintar maka diperintahnya setelah mereka pintar ,
dan mereka harusn dipukul karena mereka meninggalkan sholat setelah genap
berusia 10 (sepuluh tahun).
3.
Berakal
,maka sholat tidak wajib dikerjakan oleh orang yang gila adapun kata-kata
mushannif , tiga hal tersebut adalah merupakan batasan pengertian mukallaf .
Tidak terdapat pada sebagian redaksi kitab matan .
3.1 Rukun-rukun Sholat
Rukun-rukun sholat itu ada 18 (delapan
belas)
1. NIAT , yaitu bermaksud hendak mengerjakan sesuatu
(pekerjaan) sambil mengerjakan sesuatu itu sedang tempatnya niat itu terdapat
didalam hati kemudian apabila sholat itu sholat fardlu , maka berwajiblah
berniat hendak melakukan fardlunya sholat tersebut dan wajib pula bersengaja
melakukannya dan menentukannya yaitu tentang shubuh atau dzuhur misalnya atau
sholatnya itu berupa sholat sunnah rawatib atau sholat yang mempunyai sebab
(dikerjakan karena ada sesuatu) seperti sholat istiqa’ maka wajib bersengaja
melakukan atau menentukannya tidak wajib menyinggung-nyinggung tentang niat
sunnahnya sholat .
2. BERDIRI , pada waktu ( situasi dan kondisi )
memungkinkan untuk melakukannya . Maka jika seseorang tidak mampu berdiri , ia diperkenankan sholat dalam keadaan duduk
sesuka hatinya , sedangkan duduknya orang itu dengan duduk iftirasy adalah
lebih utama .
3. TAKBIRATUL IHRAM , jadi bagi orang yang mampu mengucapkan kalimah
” takbir “ maka wajib hukumnya mengucapkan
“Allah Huakbar” dan yang sejenis dengannya dan tidak shah pula di dalam
mengucapkan takbir (yang berbunyi) “al-Rahmanuu Akbar”dn yang sejenis dengannya
dan tidak shah pula dalam mengucapkan takbir mendahulukan kata yang
berkedudukan sebagai “mubtada” yaitu seperti ucapan “ Allah Huakbar” dan bagu
orang yang tidak mampu mengucapkan kalimah “takbir” dengan mengunakan bahasa
arab maka boleh menerjemahkannya dengan menggunakan bahasa yang ia sukai dan
tidak diperkenankan berpindah pada dzikir yang lain .
4. MEMBACA BASMALLAH , atau gantinya Fatihah bagi
orang yang tidak hafal bacaan Fatihah baik sholat yang dilakukan itu sholat
fardlu atau sholat sunnah dan membaca Bismillahirrohmanirrhim basmalah ini
merupakan bagian dari ayat Fatihah secara sempurna (utuh) . Barang siapa
mengguugurkan satu huruf dari Fatihah diganti dengan huruf lain , maka bacaannya orang itu belum bisa dianggap
shah begitu saja sholatnya jika ia kesengajaan melakukannya maka hukumnya wajib
mengulang kembali bacaan fatihahnya dan wajib menertibkan bacaan fatihahnya
misalnya ia membaca ayat-ayatnya fatihah menurut tatanan urut-urutan ayat-ayatnya
fatihah yang sudah ma’lum itu.
5. RUKU’ , sedikit-sedikitnya keharusan ruku’ bagi
orang yang mampu berdiri juga yang sedang bentuk tubuhnya selamat (tidak cacat)
kedua tangan dan lututnya yaitu dengan membungkuk dengan tanpa “inhinas”
(membungkukkan pantat dan mengangkat kepala keatas) sekira kedua tapak tangan
bisa sampai pada kedua lututnya seandainya kedua tangan itu diletakkan pada
kedua lutut tersebut , maka apabila
seseorang tidak mampu melakukan ruku’ menurut cara yang seperti ini tadi maka
ia boleh membungkuk dengan semampunya dan (seandainya masih juga tidak mampu)
ia boleh berisyarah dengan matanya . Adapun praktek ruku’ yang paling sempurna
adalah orang yang ruku’ meratakan punggungnya dan lehernya , sekiranya punggung
dan lehernya itu menjadi (lurus) seperti satu lembar papan sambil menegakkan
dua betisnya dan memegangi kedua lututnya dengan menggunakan kedua tanggannya .
6. THUMANINAH DALAM RUKU’ , yaitu berhenti/berdiam setelah melakukan
gerakan di dalam ruku’ sehingga dua gerakan ini tidak nampak terjadi secara
berkesinambungan
7. BANGUN DARI RUKU’ , dan i’tidal dalam keadaan
berdiri sebagaimana keadaan semula sebelum ruku’ yaitu dari berdirinya orang
yang mampu berdiri dan duduknya orang yang tidak mampu berdiri .
8. THUMA’NINAH dalam i’tidal
SUJUD
, sebanyak dua kali setiap satu rakaat paling sedikit batasan sujud itu ialah
menyetuhnya sebagian (kulit) keningnya orang yang melakukan sholat pada tempat
bersujudnya seperti tanah atau lainnya dan paling sempurna (cara) bersujud itu
ialah hendaklah bertakbir (dahulu) untuk turun melakukan sujud tanpa mengangkat
kedua tangannya dan meletakkan kedua lututnya (dahulu) kemudian kedua tangannya
kemudian (baru) kening dan hidungnya . Duduk antara dua sujud
Duduk antara dua sujud adalah perlakuan yang memisahkan
antara dua kali sujud. Tidak sesuai untuk terus berdiri sebelum sujud semula,
maka keadaan duduk adalah logik. Adalah sunat untuk duduk iftirasy (iaitu duduk
di atas tapak kaki kiri serta menegakkan (atau berdirikan) tapak kaki kanan.
Sunat juga meletakkan dua tangan berhampiran lutut serta menjarakkan setiap
jari tetapi tidak mengapa untuk meletakkan jari di atas lutut. Perlakuan duduk
antara dua sujud ini menjadi makruh jika terlalu lama kerana ia memisahkan
perlakuan kedua-dua sujud. Walau bagaimanapun, tama'ninah turut disertakan bagi
rukun ini.
Duduk tahiyat akhir
Duduk ketika membaca tahiyat akhir adalah jelas bahawa
tahiyat akhir hendaklah dibaca ketika keadaan duduk, bukan berdiri. Disunatkan
duduk secara tawaruk iaitu duduk dengan menghulurkan kaki kiri ke kanan dan
merapatkan punggung ke lantai. Keadaan ini berterusan ketika membaca selawat
dan salam.
Membaca tahiyat akhir
Rukun ini dinamakan tahiyyat (penghormatan) atau tasyahud
(penyaksian) kerana bacaan yang dilafazkan terdiri daripada keduanya. Berikut
adalah bacaan bersama bahagian tahiyat. Bacaan tersebut hendaklah disambung
dengan bacaan selawat kepada Nabi Muhammad s.a.w.
Salam
Ucapan atau lafaz salam adalah sebahagian daripada rukun
solat. Sekurang-kurangnya, lafaz salam itu ialah assalamualaikum sejahtera kepada kamu semua" tetapi
untuk lebih sempurna, ucapannya ialah assalamualaikum warahmatullah ( - هللﺍﺓﻡحروﻡكبلعﻡﺍلسلﺍ "sejahtera
kepada kamu semua dan semoga dirahmati Tuhan"). Adalah disunatkan untuk
memberi salam sebanyak dua kali dan sunat juga untuk menoleh ke kanan dahulu
bagi salam yang pertama dan ke kiri bagi salam yang kedua. Turut disunatkan
juga kedua-dua salam itu tidak disekalikan iaitu ada pengasingan antara
kedua-duanya.
Tertib
Tertib adalah rukun yang merangkumi keseluruhan rukun
solat iaitu memastikan segala perlakuan rukun berada pada turutan yang betul
satu demi satu dan yang dahulu didahului serta yang kemudian, dilakukan
kemudian.[8]
hukumnya
meninggalkan sholat
Barangsiapa
yang mengingkari wajibnya shalat maka ia telah kafir, begitu pula orang yang
meninggalkannya karena meremehkan dan malas. Apabila ia tidak mengetahui
hukumnya maka diajari, namun apabila dia mengetahui tentang wajibnya tetapi
tetap meninggalkannya, maka ia disuruh bertaubat selama tiga hari, kalau
menolak untuk taubat maka barulah dibunuh.
1- Allah I berfirman: [
Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, Maka
(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama" (QS. At Taubah: 11)
2- Dari Jabir t berkata: "Aku mendengar Rasulullah r
bersabda: ((Sesungguhnya pembatas antara seseorang dengan syirik dan kufur
adalah meninggalkan shalat)) (HR. Muslim) (5).
BAB III
PENUTUP
Secara bahasa sholat berarti doa
(permohonan) akan kebaikan. Sedangkan
menurut istilah agama islam, shalat adalah segala ucapa-ucapan dan
perbuatan-perbuatan yang di buka (dimulai) dengan ucapan takbir (Allahu Akbar)
dan ditutup (diakhiri) dengan ucapan salam (Assalamualaik Sholat dalam agama islam di kelompokan menjadi
dua macam yaitu sholat fardhu dan sunnah
A. SHOLAT FARDHU
1. Sholat Dzuhur
2. Sholat Ashar
3. Sholat Magrib
4. Sholat Isya’
5. Sholat Subuh
um Warohmatullah) dengan syarat-syarat yang khusus.
Definisi ini tidak meliputi shalatnya orang bisu, karena mayoritas manusia itu
bisa berbicara. Shalat ini di wajibkan pertama kali pada malam Isra’ mikhraj
satu setengah tahun sebelum hijriah. Namun ada sebagian orang yang berpendapat
bahwa di wajibkan itu setahun sebelum
hijriah. Dan ada pula yang mengatakan enam bulan atau setengah tahun sebelum
hijriah. Pertama kali, sholat ini
diwajibkan sebanyak lima puluh kali kemudian dikurangi hingga menjadi lima
kali.
DAFTAR PUSTAKA
- Muhammad Ibrahim Al-Hifnawi,”FIQIH SHOLAT”,Jakarta: Akademika Pressindo,2000
- Syekh Al-Alla,ah Muhammad bin Qosim al-ghazali,”FIQH IDOLA”,jawa barat: Mukjizat,2012
- blogspot.co.id/2012/09/macam-macam-sholat-wajib-dan-sholat_5025.html
- Syekh Al-Allamah Muhammad”Fiqih empat mazhab”,Bandung: Hasyimi,2010
- “pengajar shalat”,jakarta:”persatuan”-Bangil,1986
- 59-fiqih-shalat-lengkap-pdf.pdf
- id_salat_01(1).pdf
- syarat-rukun-dan-kewajiban-shalat-syaikh-muhammad-bin-abdul-wahhab-gratis.pdf
[1]Muhammad
ibrahim al-hifnawi, op.cit hlm12-14
[2]Syekh
al-allamah muhammad, Fiqih empat mazhab,(Bandung,januari2010)14-16
[3]Muhammad
ibrahim al-hifnawi, op.cit hlm18-19
[4]Pengajar shalat,(jakatra,1986) HLM
25-27
[5]Muhammad
ibrahim al-hifnawi, op.cit hlm 19-23
[6]Pengajar shalat, OP.CIT 27-28
[7]Syekh
al-allamah muhammad BIN QOSIM AL-GHOZALI, FATH AL QARIB AL-MUJUB,(jawa barat
2012) hlm117-119
Comments
Post a Comment