PENDAHULUAN
BAB I
1.1 LATAR BELAKANG
Biopsikologi adalah ilmu yang mempelajari
tentang organ tubuh manusia yang digunakan untuk memfungsikan suatu proses
kejiwaan seperti sensai, persepsi, kesadaran dan yang lain. Salah satunya
adalah mendeteksi adanya rasa lapar dan rasa dimana seseorang membutuhkan seks.
Rasa lapar akan mempengaruhi kerja seseorang dimana seseorang membutuhkan
asupan gizi untuk melakukan aktivitas. Pada dasarnya seks antara seseorang pria
dengan wanita adalah berbeda, hormon yang bekerja dalam tubuh keduanya.
1.2 RUMUASAN MASALAH
1.2.1 Bagaimana
Sistem Pencernaan Mempengaruhi Pilihan Makanan?
1.2.2 Bagaimana Pengendalian
Makan Jangka Pendek dan Jangka Panjang?
1.2.3 bagai mana mekanisme dalam Mekanisme Otak ?
1.2.4 Apa saja Factor-Factor yang mempengaruhi kapan kita makan?
1.2.5 Apa saja Factor-faktor yang mempengaruhi seberapa
banyak kita makan?
1.2.6 Apa saja Gangguan Makan?
1.2. bagaimana seks dan Hormon?
1.3 TUJUAN
1.3.1 Pembaca dapat memahami dan mengerti Bagaimana Sistem Pencernaan Mempengaruhi Pilihan Makanan.
1.3.2 Pembaca dapat memahami dan mengerti Pengendalian Makan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
1.3.3 Pembaca dapat memahami dan mengerti Mekanisme Otak
1.3.4 Pembaca dapat memahami dan mengerti Factor-Factor yang mempengaruhi kapan kita makan
1.3.5 Pembaca dapat memahami dan mengerti Factor-faktor yang mempengaruhi seberapa
banyak kita makan
1.3.6 Pembaca dapat memahami dan mengerti Gangguan Makan
1.3.7 Pembaca dapat memahami dan mengerti seks dan hormon.
PEMBAHASAN
BAB II
2.1 LAPAR
2.1.1 Bagaimana Sistem Pencernaan Mempengaruhi Pilihan Makanan
Sistem
pencernaan diawali dari mulut, disini karbohidrat dipecah oleh enzim yang
terkandung di saliva. Makan yang telah ditelan akan bergerak ke esofagus menuju
perut. Didalam perut, makan bercampur dengan asam klorida dan enzim pencerna
protein. Perut menyimpan makanan untuk waktu yang singkat, kemudian pada
pangkal perut, otot sfinkter membuka dan makanan akan masuk ke dalam usus
halus.
·
Pencernaan
Pencernaan
dalah proses gastroitential menahncurkan makan dan menyerap
konstituen-konstituenya ke dalam tubuh.[1]
-
Penyimpanan energy di tubuh
Energy
diberikan ke tubuh dalam 3 bentuk : (1)lipid (lemak), (2)asam amino
(produk hasil penguraian protein), (3)glukosa (zat gula sedrhana yang
merupakan produk dari pengolahan karbohidrat kompleks, yaitu zat tepung dan
gula).
-
3 fase metabolism energy
Ada
tida metabolism energy[2] 1.
Chapalic Phase(fase sefalik) adalah fase persiapan,fase ini sering
dimulai dengan elihat, mencium atau hanya membayangkan makanandan berakhir
ketika makanan mulai diserap kedalam aliran darah; 2.Absorptive Phase (fase
absortif) adalah peride yang energinya diserap ke dalam aliran arah dari
makanan memenuhi kebutuhan-segera tubuh; 3. Fasting Phase(fse puasa) adalah
peride yang senua energinya tidak tersimpan dari makan sebelumnya telah
digunakan dan tubuh menarik energy dari cadanganya untuk memenuhi kebutuhan
energy segeranya.
-
Set point assumption
Orang
mengartibusikan hunger pada adanya deficit energy dan merek melihat sebagai
cara sumber eergi tubuh dkembalikan ke tingkat optimalnya-artinya ke energy set
point. Ketika meal(makan besar), sumber energy seseirang diasumsikan mendekati
set point nya dan menurun setelah tubuh menggunakan energy untuk memberi bahan
bakar pada proses –proses fisiologisnya. Semua siatem set point adalah negative
feedback system(sistem umpan balik negative) sistem yang umpan baliknya dari
perubahan ke salah satu arah menbangkitkan efek kompensatorik dengan arah tang
berlawanan.
·
Enzim dan konsumsi produk olahan susu
Pada
masa penghentian menyusu, biasanya sebagian besar mamalia kehilangan enzim
lactase pada ususnya. Lactase adalah enzim yang dignakan untuk mncerna laktosa,
yaitu gula di dalam susu. Banyak manusia dwasa yang memiliki kadar enzim
lactase yang cukup sehingga mampu mengkonsumsi susu dan produk olahanya
sepanjang hidup. [3]
·
Pengaruh lain dalam pemilihan makanan
Bagi
seekor hewan karnivora sangat mudah untuk memilih makanan yang memuaskan, akan
tetapi lain halnya dengan hewan hebivora dan omnivora hewan-hewan tersebut
harus dapat membedakan makanan yang dapat dimakan atau tidak. Ia harus mendapat
suplai vitamin dan mineral yang cukup. Begitu jugs manusia, ia memilih makan
yang sesuai selera dan yang dibutuhkan tubuh.
2.1.2 Pengendalian Makan Jangka Pendek dan Jangka Panjang
Karena
konsumsi makanan sangat penting, maka terdapat beberapa mekanisme yang berperan
untuk mengendalikanya. Dalam pengendalian makan, otak mendapat input dari
mulut, perut, usus, sel-sel makan dan bagian lain.
·
Factor Oral
Terlepas dari berapa
banyak waktu yang kita hemat, kenyataanya kita suka makan. Sebagian orang
bahkan suka merasakan makanan atau mengunyah, walaupun mereka tidak lapar. Singkatnya,
cita rasa dan sensasi mulut lainya berkontribusi dalam rasa kenyang, tetapi
tidak cukup bermanfaat apabia berdiri sendiri.
·
Perut dan Usus
Umumnya kita mengakhiri
makan sebelum makanan diserap oleh darah, apalagi ketika makanan telah mencapai
otot dan sel-sel tubuh yang lain. Sinyal utama penghentian makan adalah perut
kembung. Perut menyampaikan sinyal kenyang ke otak melalui saraf vagus dan
saraf splanknik. Saraf vagus (splanknik ke-X)meneruskan informasi mengenai
peregangan dindig perut yang merupakan dasar rasa kenyang. Saraf splanknik
meneruskan informasi mengenai kandungan nutrient di dalam perut. (Deuscth &
Ahn, 1986)
Akan tetapi, perut
bukanlah satu-satunya bagian sistem pecernaan yang berperan penting dalam rasa
kenyang. Duodenum merupakan lokasi pencernaan pertama yang melakuakn penyerapan
nutien dalam jumlah yang signifikan. Duodenum adalah bagian usus halus dan
berbatasan langsung dengan perut.
Makanan yang dicerna
duodenum menghasilkan beberapa peptide yang mengurangi porsi makan dengan
berbagai cara (Woods & Seeley, 2000). Salah satu peptide tersebut adalah cholecytokinin-CCK
yang berfungsi untuk mengurangi porsi makan (Gibbs, Young & Smith, 1973). Mekanismenya
adalah penutupan otot spinker antara perut dan duodenum oleh CCK , sehingga
menyebabkan perut tidak dapat megalirkan muatanya ke duodenum dan perut terisi
penuh lebih cepat daripada biasanya.
·
Glukosa, Insulin, dan Glukagon
Sebagian besar makanan
hasil pencernaan yang masuk ke dalam tubuh adalah glukosa. Glukosa adalah
sumber energy yang penting bagi tunuh dan hamper merupakan satu-satunya bahan
bakar yang digunakan otak. Akan tetapi, glukosa dalam darah tidak dapat
langsung diamnfaatkan oleh sel. Dua hormon yang diepaskan pancreas, yaitu
insulin dan glucagon, mengendalikan aliran glukosa dalam darah.
Insulin menyebakan
glukosa dapat masuk kedalam sel-sel, kecuali sel otak karna glukosa dapat
langsung masuk ke otak tanpa bantuan insulin. Glucagon memicu hati untuk mengbah
sebagian cadangan glikogen menjadi glukosa sehingga memulihkan kadar gula
darah.
·
Leptin
Mekanisme jangka panjang
dilakukan dengan memantau cadangan lemak. Leptin memberikan sinyal ke otak
mengenai cadangan lemak dalam tubuh, sebuah indicator jangka panjang penentu
peningkatan atau penururnan asupan makan. Makanan yang dimakan juga dapat
meningkatkan pelepasan leptin sehingga kadar leptin yang beredar juga dapat
menjadi indicator jangka pendek mengenai nutrisi dalam tubuh. Semakin banyak
sel lemak, semakin banyak pula leptin yang dihasilkan. Ternyata, kaar
leptinyang rendah meningkatkan lapar, tetapi kadar leptin tinggi belum tentu
menurunkan rasa lapar.
2.1.3 Mekanisme Otak
Otak harus menggabungkan semua informasi mengenai penunjang rasa
lapar, dan memutuskan apakah lapar
memliki nialia yang lebih bermanfaat dariapada kenyang. Bagian otak yang
penting dalam penentu keputusan tersebut adalah beberapa nucleus dalam
hipotalamus.
·
Nucleus Arkuat dan Hipotalamus Paraventikular
Nucleus artikuat pada hipotalamus memiliki satu rangkaian neuron
yang sensitive terhadap rasa kenyang. Sel-sel yang sensitive terhadap rasa lapr
menerima input dari lintasan cita rasa. Input lain untuk sel yang sensitive
terhadap rasa lapar datang dari akson yang melepaskan neurotransmitter gherlin.
Perut melepasakn gherlin selama periode kekurangan makan yang memicu kontraksi
pada perut.
Input yang menuju sel yang sensitive terhadap rasa kenyang di
nucleus arkuat adalah sinyal-sinyal lapar janka pendek maupun jangka panjang.
Sejumlh sinyal yang keluar dari nucleus arkuat mengarah ke nucleus
paraventikular di hipotalamus akson yang berasal dari sel-sel sensitive
terhadap rasa kenysng di dalam nucleus arkuat mengirimkan sinyal eksitator ke
nucleus paraventikular dan melepaskan neurotransmitter a-melanocyte
stimulating hormonr (a-MSH), yang merupakan jenis zat kimia yang bernama
melanokortin.
Input yang berasal dari neuron yang sensitive terhadap rasa lapar
di nucleus arkuat, bersifat sebagai inhibitor untuk nucleus paraventikular dan
sel-sel yang sensitive terhadap rasa kenyang yang juga terletak di nucleus
arkuat.[4]
·
Hipotalamus lateral
Sinyal yang keluar dari nucleus paraventikular akan berpengaruh
pada hipotalamus lateral. Hipotalamus lateral mengendalikan sekresi insulin,
mengubah kuatnya respon terhadap cita rasa, dan memfasilitasi asupan makana
dengan dengan berbagai cara lain. Banyak akson yang mengandung dopamine
melintasi hipotalamus lateral, jika ada kerusakan pada hipotalamus lateral,
maka serabut akson tersebut banyak yang akan terganggu.
Cara hipotlamus lateral melalui beberapa cara dalam berperan dalam
asupan makanan.
§ Akson yang
berasal dari hipotalamus lateral yang mengarah ke nucleus traktus solitaries
(NST)-yang merupakan bagian dari lintasan cita rasa- mengendalikan sensasi cita
rasa dan pengeluaran saliva sebagai respon cita rasa.
§ Akson yang
berasal dari hipotalamus lateral memanjang ke beberapa bagian korteks serebum,
memfasilitasi penelanan makanan dan menyebabkan sel-sel korteks mningkatkan
responya terhadap cita rasa, aroma, ataupun penglihatan makanan.
§ Hipotalamus
lateral meningkatkan sekresi hormone kelenjar pituitary yang menyebakan
peningkatan sekresi insulin
§ Hipotalamus
lateral memiliki akson yang menuju sumsum tulang belakang dan mengendalikan
respon autonom, misalnya sekresi hormone pencernaan.
·
Area hipotalamus medial
para neurosains sejak tahun 1940 telah mengetahui bahwa balur bsar
pada hipotalamus ventromedial dapat menimbulkan makan berlebih dan penambhan
berat badan.
Walaupun gejala-gejala tersebut telah dikenali sebaga sindrom
hipotalamus venromedial (ventromedial hypothalamic syndrome), kerusakan
pada hipotalamus ventromedial tidak terlalu menimbulkan peningkatan berat
badan. Agar dapt memberikan pengaruh yang tinggi, balur harus meluas ke daerah
diluar nucleus ventromedial terutama serabut noradrenergic (Ahlskog
& Hoebel, 1973). Orang yang mengalami kerusakan pada hipotalamus ventromedial
dan daerah sekitarnya memperlihatkan adanya penngkatan nafsunmakan lebh tinggi dibandingkan
degan orang yang tidak mengalami kerusakan dengan berat badan yang sama.
2.1.4 Factor-Factor yang mempengaruhi kapan kita makan
·
Rasa lapar sebelum waktu makan
Menurut woods, kunci
utnuk memahami rasa lapar adalah memahami bahwa menyantap makan besar
menimbulkan stress pada tubuh.[5] Sebelum
waktu makan, cadanga energy tubuh berada dalam keadaan keseimbangan homeostatic
yang cukub baik; lalu ketika makan besar dikonsumsi, terjadi influx bahan bakar
yang mengganggu homeostatis ke dalam aliran darah. Tubuh melakukan apa yang
dapat dilakukanya untuk mempertahankan homeostatisnya.
·
Pengkondisisan plavovian untuk rasa lapar
Dalam serangkaian
eksperimen pengkondisian klasik terhadap tikus. Weingarten memberikan dukungan
yang kuat terhadap pandangan bahwa rasa lapar seringkali disebabkan oleh
ekspektasi akan makanan, bukan oleh deficit energy.
2.1.5 Factor-faktor yang mempengaruhi seberapa
banyak kita makan
·
Sinyal kenyang
Makan di usus dan
glukosa yang masuk ke dalam darah dapat menginduksi sinyal kenyang, yang
mengahmbat konsumsi berikutnya. Sinyal ini bergantung pada volume dan nutritive
density(kepadatan nutritive, volume kaori per unit) makana itu.
·
Sham eating
Sham eating (makan
pura-pura) mengindikasikan bahwa sinyal kenyang dari usus atau darah belum
tentu mneghentikan makan. Oleh karena itu, sham eating tidak menambah energy
dalam tubuh. Kulinovsky menyimpulkan bahwa banyaknya makanan yang kita makan
banyak dipengaruhi oleh pengalaman kita sebelumnya dengan efek psikologis
makanan itu, bukan oleh efek-segera makanan bagi tubuh.
·
Appertizer Effect dan Rasa Kenyang
Bila appertizer (makanan
penggugah selera) dihidangkan, anda akan mengalami fakta bahwa makanan-makanan
kecil yang dikonsumsi sebelum makanan utama sebenarnya meningkatkan rasa lapar
dan bukan menurunkanya. Hal inilah yang disebut appertizer effect.
·
Besarnya porsi makan dan rasa kenyang
Banyak eksperimen yang
menunjukan bahwa banyaknya konsumsi dipengaruhi oleh besarnya porsi (Gejer,
Rozin, & Doros, 2006). Bahkan ada bukti bahwa kita cenderung makan lebih
banak ketika kita makan dengan sendok yang lebih besar.
·
Pengaruh social dan rasa kenyang
Perasaan kenyang mungkin
juga begantung pada apakah kita makan sndiri atau bersama orang lain. Reed dan
de Castro (1992) mengemukakan bhwa subjek merka mengkonsumsi makanan 60% lebih
banyak bila makan bersama orang lain.
·
Rasa kenyang spesifik-sensori
Fenomenon rasa-kenyang
spesifik-sensori memiliki dua konsekwensi adaptif. Pertama, ini mendorong
konsumsi diet yang bervariasi. Kedua, rasa kenyang spesifik-sensori mendorong
binatang-binatang yang memiliki akses ke beragam makanan untuk makan banyak.
2.1.6 Gangguan Makan
Berikut adalh beberapa
contoh pengaruh social dan budaya yang ada terhadap gangguan makan.
o
Individu akan lebih banyak makan ketika bersama-sama daripada
sendirian
o
Porsi makan tergantung pada waktu dan kebudayaan local
o
Inividu di Amerika akan makan dalam porsi yang lebih besar, jika
mereka pikir makanan itu rendah lemak padahal tidak.
o Jika orang
minum minuman beralkohol bersamaan dengn makan, maka mereka akan makan dengan
porsi seperti biasa dan tidak memikirkan kalori yang terdapat dalam minuman
tersebut.
·
Genetika dan Berat Badan
Kemiripan ukuran tubuh
anak dengan orang tua berkaitan dengan pilihan makanandan gen keluarga
tersebut. Pada beberapa kasus penyebab obesitas adalah gen tunggal. Gen tunggal
yang paling umum ditemukan adalah sebuah gen termutasi yang mengode eseptor
melanokortin, yaitu salah satu neuropeptida yang bertanggung jawab terhadap
rasa lapar. Sindrom Pander-Willi adalah sebuah kondisi genetic yang ditandai
dengan adanya ketebelakangan mental, tubuh kerdil, dan obesitas. Kadar gherlin
pada penderita sindrom Pander-Willi adalah empat hingga lima kali lebih tinggi
daripada normalnya (Cummings, dkk., 2002).
·
Teknik-Teknik Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan
memerlukan adanya keiasaan untuk menghentikan makan. Beberapa orang memafaatkan
obat penurun nafsu makan. Kombinsi paing efektif yang telah diketahui
bertahun-tahun adalah “fen-fen”, yairu fenfluramin yang menigkatkan pelepasan
serotonin serta menghalangi proses pengambilan kembali serotonin; serat
fentermin yang menghalagi proses pengambilan kembali neropremefin dan dopamine
sehingga memeperpanjang aktivitas keduanya. Kombinasi fen-fen menghasilkan
pengaruh pada otak yang menyeruapai pengaruh yang mencul setelah selesai makan
(Rada 7 Hoebel, 2000).
·
Anoreksia Nervosa
Penderita anoreksia
nervosa tidak mau makan sebanyak yang mereka butuhkan, sehingga menjadi sangat
kurus dan dalam beberapa kasus hingga meninggal dunia. Penderita anoreksia
nervosa memiliki kelinan biokimia pada darh dan otak mereka, tetapi ungkin
akibat dari penurunan berat badan, bukan penyebabnya, karena semua kan kembali
ke kadar yang normal setelah penderiat mengalami kenaikan berat badan (Ferguson
& Pigot, 2000).
·
Bulimia Nervosa
Bulimia nervosa adalah
sebuah kondisi ketika seseoang berganti-ganti perilaku antara diet yang ekstrem
dan makan yang berlebihan atau sebaliknya.[6]
Beberapa penderita memaksa muntah seltelah makan dalam porsi yang besar.
Rata-rata penderita bulimia mengalami penurunan pelepasan CCK, peningkatan
pelepasan gherlin, serta perubahan beberapa hormone dan neurotransmitter lai
yang diakitkan denagn proses asupan makanan (jimerson & wolfe, 2004)
2.2 SEKS DAN HORMON
1.
Pubertas: Hormon dan Perkembangan Ciri-Ciri Kelamin
Sekunder
Ciri-ciri
kelamin sekunder adalah fitur-fitur selain organ-organ reproduktif yang
membedakan laki-laki dan perempuan yang sudah matang secara seksual. Pubertas
berhubungan dengan dengan meningkatnya pelepasan hormon-hormon oleh piyuitari
anterior. Meningkatnya pelepasan hormon pertumbuhan satu-satunya hormon
pituitari anterior yang tidak memiliki kelenjar sebagai target primernya secara
langsung memengaruhi tulang dan jaringan otot untuk menghasilkan laju
pertumbuha pubertal yang pesat. Peningkatan pelepasan hormon gonadtropik dan
hormon adrenokortikotropik yang menyebabkan gonad dan korteks adrenal
meningkatkan pelepasan hormon gonadal dan adrenal yang pada gilirannya
menginisiasi kematangan genitalia dan perkembangan ciri-ciri kelamin sekunder.
2. Hormon-Hormon
Perinatal dan Perkembangan Perilaku
Mengingat
fakta bahwa hormon perintal memengaruhi perkembangan otak. Banyak penelitian
tentang hormon dan perkembangan perilaku yang difokuskan pada peran
hormon-hormon perinatal dalam perkembangan perilaku kopulatorik yang secara
seksual bersifat dimorfik pada hewan-hewan labolaorium. Menurut hipotesis
aromatisasi, tertosteron perinatal tidak secara langsung memaskulinkan otak.
Otak dimaskulinkan oleh estradiol yang btelah diaromatisai dari testosteron
perinatal. Meskipun ide bahwa estradiol hormon yang diduga keras adalah hormon
perempuan adalah yang memaskulinkan otak merupakan ide yang kontaintuitif. Pada
manusia aromatisasi tampaknya tidak dibutuhkan oleh testosteron untuk memiliki
efek memaskulinkan otak, bagaimana pun estradiol mampu memiliki efek
memaskulinkan yang serupa dengan testosteron.
Penelitian
Modern tentang Dimorfisme Seksual Otak Mamalia
Ada
beberapa seks penting, seperti dalam volume berbagai macam nuklei dan traktus
fibra, dalam jumlah dan tipe sel-sel neural dan glial yang menyusun berbagai
macam struktur dan dalam jumlah dan tipe sinapsis yang menghubungkan sel-sel di
berbagai macam struktur. Penelitian tenteang dimorfisme seksual otak mamalia
sedang pada masa transisi. Pada awalnya para pakar neurosains memfokuskan diri
pada mengindentifikasi dan mendeskripsikan contoh-contoh tetapi sekarang
setelah begitu banyak yang telah didokumentasikan, mereka berusaha memahami
penyebab dan fungsi perbedaan-perbedaan itu .
Penemuan
Dimorfisme Seksual Otak Mamalia yang Pertama
Upaya
awal untuk menemukan perbedaan seks dalam otak mamalia difokuskan pada
faktor-faktor yang mengontrol perkembangan pola tetap dan pola siklik pelepasan gonadotropin
masing-masing pada laki-laki dan perempuan. Eksperimen-eksperimen seminar dilaksanakan
oleh Pfeiffer pada 1936. Dalam eksperimen nya, sebagian tikus neonatal (jantan
dan betina) menjalani gonadektomi dan sebagian lainnya tidak, dan sebagian
menerima transplantasi gonad (ovarium/testis) dan sebagian lainnya tidak.
Organ-Organ
Reproduktif Eksternal
Pada
bulan kedua kehamilan, prekursor bipotensial organ-organ reproduktf eksternal
terdiri atas empat bagian: glans, lipatan uretral, badanlateral dan
pembengkakan labios crotal. Setelah itu organ itu mulai terditerensiasi. Glans
tumbuh menjadi kepala penis pada laki-laki atau menjadi klitoris pada
perempuan, lipatan uretral menyatu pada laki-laki atau membesar dan menjadi
labia minora. Pada perempuan, badan lateral membentuk baang penis pada
laki-laki atu tudung klitoris pada perempuan, dan pembengkakan labioscrotal
membentuk scrotum pada laki-laki atau labia mayora pada perempuan.
3.
Perbedaan Seks di Otak
Otak
laki-laki cenderung lebih besar sekitar 15% dibanding otak perempuan, dan ada
sejumlah besar perbedaan anatomis lain diantara kedua pada gagasan keunggulan
laki-laki. Prinsip itu adalah semua orang terprogram secara genetik untuk
mengembangkan tubuh perempuan, laki-laki genetik mengembangkan tubuh laki-laki
hanya karena progam perkembangan yang secara fundamental peremuan itu
dikesampingkan.
4.
Hormon-Hormon Fetal dan Perkembangan
Organ-Organ Reproduktif
Saluran
Reproduktif Internal, Enam minggu setelah pembuahan, baik perempuan maupun
laki-laki memiliki dua set reproductive duct lengkap. Pada bulan ketiga
perkembangan fetal laki-laki testis menyekresi testosteron dan subtansi penghambat
Mullerian.
5.
Hormon dan Perkembangan Seksual
Diferensiasi
seksual pada mamlia dimulai pada waktu fertilisasi dengan dihasilkannya salah
satu dua macam zigot: zigot dengan pasangan kromosom XX (perempuan) atau zigot
dengan pasangan XY (laki-laki). Informasi genetik tentang kromosom sekslah yang
biasanya menentukan apakah perkembangan akan terjadi di sepanjang garis
perempuan atau garis laki-laki. Hormon pelepas menstimulasi pelepasan kedua
macam gonadotropin pituitari anterior: follicle stimulating hormone (FSH)
(hormon penstimulasi folikel) dan luteinizing hormone (LH) (hormon
peluteinsasian). Semua hormon pelepas hipotalamik seperti halnya semua
hormon tropik terbukti merupakan
peptida.
6.
Regulasi Kadar Hormon
Pelepasam
hormon diatur oleh tiga macam sinyal yang berbeda: sinyal-sinyal dari sistem
syaraf, sinyal-sinyal dari hormon, dan sinyal-sinyal dari bahan-bahan kimia
nonhormonal dalam darah(Brown,1994)
Regulasi
Neural, Semua kelenjar endokrin, kecuali pituitari anterior, diatur secara
langsung oleh sinyal-sinyal dari sistem saraf.
Regulasi
Hormonal, Sinyal-sinyal dari hormon-hormon itu sendiri memengaruhi pelepasan
hormon.
Pelepasan
oleh Bahan-bahan Kimia Nonhormonal, Bahan-bahan kimia bersikulasi selain hormon
dapat memainkan peran dalam mengatur kadar hormon.
7.
Pelepasan Hormon Pulsatil
Salah
satu konsekuensi pelepasan hormon pulsatil adalah sering kali ada fluktasi yang
besar dari menit ke menit pada kadar hormon-hormon yang bersirkulasi. Jadi,
bila pola pelepasan hormon gonadal manusia laki-laki disebut “tetap” itu
berarti abhwa tidak ada perubahan-perubahan sistematik yang besar dari hari ke
hari pada kadar hormon gonadal yang bersirkulasi dan bukan berarti bahwa
kadarnya tidak pernah bervariasi.
8. Model
Rangkuman Regulasi Endokrin Gonadal
Pituitari
Anterior
1.
Hormon-hormon
pelepas dan penhambat dilepaskan dari neuron-neuron hipotalamik ke dalam sistem
portal hipotalamopituitari.
2.
Hormon-
hormon pelepas hipotalamik dan penghambat hipotalamik diangkut ke pituitary
stalk oleh sistem portal hipotalamo pituitari.
3.
Hormon-hormon
pelepas hipotalamik dan penghambat hipotalamik masinh-masing meningkatkan atau
mengurangi pelepasan hormon-hormon pituitari anterior ke dalam sirkulasi umum.
Pituitari
Posterior
1.
Oksitosin
dan vasopresin disintesiskan di nuklei paraventrikuler dan supraoptik
hipotalamus.
2.
Oksitosin
dan vasopresin diangkut oleh pengangkut aksonal ke pituitary stalk.
3.
Oksitosin
dan vasopresin dilepaskan ke sirkulasi
umum dari terminal buttons di pituitari posterior.
Menurut
model ini, otak mengontrol pelepasan hormon pelepas godatropin dari hipotalamus
ke dalam sistem portal hipotalamopi tuitari yang membawanya ke piutitari
anterior. Dalam pituitari anterior, hormon pelepas gonadotropin menstimulasi
pelepasan gonadotropin yang dibawa yang diperkirakan menstimulasi pelepasan
sebuah hormon pituitari anterior disebut releasing hormones dan diperkirakan
menghambat pelepasan hormon-hormon pituitari anterior disebut release
inhibiting factors.
4.
Efek-Efek Hormon Gonadal Pada Orang Dewasa
Setelah individu mencapai
kematangan seksual, hormon-hormon gonadal mulai berperan dalam mengaktifkan
perilaku reproduksi. Efek-efek aktivasional ini merupakan fokus dari dua
subbagian pertama dari empat subbagian ini.
5.
Perilaku Terkait Reproduksi Dan Testosteron
Peran penting yang dimainkan oleh
hormon-hormon gonadal dalam pengaktifan perilaku seksual laki-laki di
demonstrasikan dengan jelas oleh efek-efek orkidetomi yang mengaseksualisasi.
Dua generalisasi penting dapat
ditarik dari srudi Bremer. Yang pertama adalah orkidektomi menyebabkan
berkurangnya minat dan perilaku seksual, yang kedua adalah tingkat dan derajat
kehilangan itu bervariasi.
6.
Perilaku Terkait Reproduksi Dan Hormon-Hormon
Gonadal Perempuan
Tikus dan marmut betina matang
memperlihatkan siklus pelepasan hormon gonadal selama 4 hari. Ada peningkatan
gradual dalam sekresi estrogen dengan mengembangkan fellicle (folikel, struktur ovarian tempat pematangan telur) dalam
waktu dua hari sebelum ovulasi, diikuti oleh gelombang progesteron yang
tiba-tiba ketika telur dilepaskan.
Hubungan erat antara siklus
pelepasan hormon dan siklus estrus – siklus reseptivitas seksual – pada dan
marmut tikus betina dan di banyak spesies mamalia menunjukkan bahwa perilaku
seksual betina pada spesies-spesies ini di bawah kontrol hormonal.
Perempuan berbeda dengan tikus,
marmut dan mamalia betina lain ketika menyangkut kontrol hormobnal atas
perilaku seksualnya. Motivasi seksual maupun perilaku seksual perempuan terkait
dengan siklus menstruasinya. Bahkan perempuan adalah satu-satunya mamalia
betina yang termotivasi untuk berkopulasi selama periode nonfertilitas
(Zeigler, 2007).
7.
Penyalahgunaan Steroid Anabolik
Anabolic steroids (steroid
anabolic) adalah steroid, misalnya testosteron yang memiliki efek anabolik
(mendorong pertumbuhan). Testosteron itu sendiri tidak begitu berguna sebagai
obat anabolik karena ia diurai dengan cepat setelah disuntikkan dan karena ia
memiliki efek samping yang tidak diinginkan para ahli kimia telah mampu
mensintesiskan sejumlah steroid anabolik yang long acting (bekerja dalam waktu lama).
8.
Efek Steroid Anabolik pada performa Keatletan
Kegagalan berbagai eksperimen untuk
mengonfirmasikan manfaat yang telah dialami oleh banyak atlet kemungkinan
merupakan akibat dari dua kelemahan penelitian eksperimental.
9.
Efek Neuroprotektif Estradiol
Estradiol ditemukan mengurangi
inflamasi, mendorong regenerasi aksonal dan mendorong sinaptogenesis dan
meningkatkan neurogenesis dewasa.
10.
Mekanisme-mekanisme Neural Perilaku Seksual
Mengapa penelitian tentang
mekanisme neural perilaku seksul difokuskan nyaris secara eksklusif pada
sirkuit-sirkuit hipotalamik Ada tiga alasan yang jelas untuk itu. Pertama,
karena kesulitan untuk mempelajari mekanisme neural perilaku seksual manusia
yang begitu kompleks, para peneliti telah memfokuskan pada perilaku-perilaku
kopulatorik yang relatif sederhana yang dapat dikontrol (misalnya, ejakulasi,
menunggangi, dan lordosis) bnatang-binatang laboratorik yang cenderung
dikontrol oleh hipotalamus. Kedua, karena hipotalamus mengontrol pelepasan
gona-dotropin, maka dialah tempat yang jelas untuk mencari struktur-struktur
dan sirkuit-sirkuityang secara seksual dimorfik, yang mungkin mengontrol
kopulasi. Ketiga, studi-studi awal mengkonfirmasikan bahwa hipotalamus memang
memainkan peran utama dalam perilaku seksual, dan temuan ini membuat penelitian
neuro-saintifik selanjutnya lebih difokuskan pada struktur otak.
11.
Hipotalamus dan Perilaku Seksual Laki-Laki
Tidak jelas mengapa jantan dengan
lesi preoptik medial berhenti berkopulasi. Salah satu kemungkinannya adalah
bahwa lesi itu mendistrupsi kemampuan jantan untuk berkopulasi.
Daerah preoptik medial tampaknya
mengontrol perilaku seksual jantan melalui sebuah traktus yang berproyeksi ke
sebuah daerah otak tengah yang disebut medan tegmental lateral. Selain itu, aktivitas neuron-neuron individual
di medan tegmental lateral tikus jantan sering kali berkorelasi dengan
aspek-aspek tindakan kopulatorik (Shimura & Shimokochi, 1990); sebagai
cotoh, beberapa neuron di medan tegmental lateral menembak dengan tingkat yang
tinggi hanya selama intromisi.
Perbedaan Seks pada Hipotalamus
Bagian-bagian
hipotalamus betina dapat menghasilkan pola pelepasan hormon bersiklus, seperti
pada siklus menstruasi betina. Hipotalamus jantan tidak dapat melakukan hal
tersebut, begitu pula dengan hipotalamus betina yang telah terpapar testosteron
tambahan pada masa awal perkembangan. Pada hewan pengerat, mekanisme pada
manusia kurang dipahami, testosteron mengeluarkan sebagian besar pengaruh yang
bersifat mengatur pada hipotalamus dengan meggunakan cara yang tidak disangka
yaitu setelah testosteron tersebut diubah menjadi estadiol. Testosteron
merupakan jalan untuk mendapaatkan estradiol ke dalam sel, ketika estradiol
tidak dapat meninggalkan peredaran darah. Kadar estradiol normal masih dapat
diikat oleh alfa fetoprotein, tetapi kadar tinggi estradiol melebihi kekampuan
pengikatan alfa fetoprotein sehingga menyebabkan estradiol masuk ke dalam sel
untuk memaskulinisasi[7].
12.
Hipotalamus dan Perilaku Seksual Perempuan
Oleh karena progesteron itu sendiri
tidak menginduksi estrus, pasti estradiollah yang dengan cara tertentu
memprimakan sistem saraf sedemikian rupa sehingga progesteron dapat memberikan
efeknya.
Pengaruh VMN pada perilaku seksual
tikus betina tampatnya dimediasi oleh sebuah traktus yang turun ke periaqeductal gray (PAG) di tegmentum. Destruksi pada traktus
ini mengeliminasi perilaku seksual betina (Hennessey et al., 1990), seperti
halnya lesi pada PAG itu sendiri (Sakums & Pfaff, 1979).
Kelenjar
hipotalamus dan pituitari wanita berinterkasi dengan ovarium untuk menghasilkan
siklus menstruasi, sebuah periode ketika kadar hormon dan kesuburan mengalami
perubahan dan berlangsung sekitar 28 hari, setelah akhir periode menstruasi
pituitari anterior melepaskan follicle
stimulating hormone (FSH)yang akan memicu pertumbuhan folikel dalam
ovarium. Folikelakan (merawat) memberikan nutrisi pada ovum dang menghasilkan
beberapa tipe esterogen, termasuk estradiol.Pada pertengahan siklus menstruasi
folikel membentuk reseptor FSH terus menerus.
Oleh Karena
itu, walaupun terjadi penurunan konsentrasi FSH didalam darah, pengaruh FSH
pada folikel justru meningkat.Sebagai akibatnya folikel memproduksi estradiol
dalam jumlah yang semakin banyak. Meningkatnya pelepasan estradium akan
menyebabkan meningkatnya pelepasan FSH dan juga pelepasan luteinizing hormone(LH) dari pituitary anterior. Gabungan dari
pengaruh FSH dan LH menyebabkan folikel melepaskan ovum.
Sisa-sisa folikel
(sekarang disebut dengan korpus luteum) melepaskan hormon progesteron yang
memperisapkan uterus untuk implantasi ovum yang telah terfertilasi.Progesteron
juga menghinbisi pelepasan LH lebih lanjut. Pada masa akhir siklus menstruasi
terjadi penurunan kadar LH, FSH, estradiol dan progesterone. Jika ovum tidak
difertilisasi maka dinding uterus akan digugurkan (mmenstrusi) dan siklus
menstruasi akan berlangsung kembali. Jika ovum difertilasi maka terjadi
peningkatan terhadap kadar hormonestradiol dan progesterone selama masa
kehamilan. Salah satu konsekuensi tingginya kadar estradiol dan progesterone
adalah terjadinya aktifitas fluktuatif pada reseptor serotonim 3 (5HT3) yang
bertanggung jawab terhadap rasa mual (Rupprecht dkk,. 2001). Ibu hamil terkadang
merasa mual yang diakibatkan peningkatan aktifitas reseptor.
Pil pengendali
kelahiran mencegah kehamilan dengan cara mengganggu siklus umpan balik normal
antara ovariumdan pituitari. Pil pengendali kehamilan yang banyak digunakan
adalah pil kombinasi yang mengandung estrogen dan prosgesteron sehingga
mencegah pelepasan FSH dan LH yang akan
memicu pelepasan ovum. Kombinasi esterogen dan progesterone juga menyebabkan
pengentalan ledir serviks, sehingga menghambat sperma bertemu dengan telur dan
mencegah implantasi ovum yang terlepas dalam uterus. Dengan demikian pil
tersebut dapat mencegah kehamilan dengan berbagai cara. Namun pil tersebut
tidak dapat mencegah penyakit seperti AIDS atau sifilis, hubungan seks yang
aman bukan hanya sekedar pencegahan kehamilan.
Perubahan
hormon selama siklus menstruasi juga mengubah ketertarikan seksual wanita. Pada
masa ditengah-tengah siklus menstruasi yaitu periode periovulatori (waktu
terjadi ovulasi) ketika masa subur tertinggi, terjadi peningkatan kadar
estrogen.
SINDROM PRAMENSTRUASI
Sejumlah wanita
pada hari-hari sebelum dimulainya menstruasi mengalami kegelisahan, mudan
tersinggung dan depresi dari sebuah kondisi yang dikenal dengan namasindrom pramenstruasi(premenstrual syndrome PMS) atau gangguan
disporik pramenstruasi (premenstrual
dysphoric disorder). Penggunaan istilah sindrom dan gangguan berarti
merujuk ke suatu problem medis dan memerlukan perlkuan medis, seringkali
istilah tersebut juga tidak tepat.Akan tetapi isitlah tersebut masih digunakan
secara luas.
Sindrom
pramenstruasi muncul ketika terjadi perubahan besar dalam kadar hormon ,
sehingga masuk akal untuk mengekslorasi kemungkinan adanya hubungan antara
hormon dan PMS. Sebelum menstruasi terjadi penurunan kadar progesterone dan
estradiol, sementara terjadi peningkatan kadar kortisol (sebuah hormone
kelenjar adrenal). Akan tetapi, wanita penderita PMS memiliki kadar fluktuasi
hormone-hormon tersebut yang sama dengan wanita yang bukan penderita PMS
(Schmidt, Nieman, Danace Adams dan Robinow, 1993). Jika memang ada hubungannya
wanita penderita PMS memiliki fluktuasi yang lebih rendah yang berlangsung
sepanjang siklus menstruasi wanita penderita PMS memiliki kadar estradiol,
progesterone dan norepinefrin yang lebih cenderung tetap dibandingkan wanita
normal lain (I. Blum dkk., 2004).
Banyak
penelitian yang berfokus pada metabolism progesterone. Progesteron
dimetabolisme dan berubah menjadi beberapa senyawa kimia, antara lain
alopregnanolos yang dimodifikasi sinapsis GABA sehingga mengendalikan kecemasan
dan respon terhadap stress.[8]
13.
Orientasi Seksual dn Hormon-Hormon Awal
Heteroseksual dan homoseksual tidak
berbeda dalam hal kadar hormon-hormon yang bersirkulasi. Selain itu,
orkidektomi mengurangi perilaku seksual laki-laki heteroseksual maupun
homoseksual, tetapi tidak mengubah arah orientasinya dan replace ment injection (suntikan penggantian) hanya sekedar
mengaktifkan kembali preferensi yang sudah ada sebelum operasi.
14.
Apa Yang Memicu Perkembangan Ketertarikan Seksual
Temuan-temuan ini berselisih jalan
dengan asumsi lazim bahw ketertarikan seksual dipicu oleh pubertas yang,
seperti anda ketahui saat ini cenderung terjadi pada umur sekitar 10,5 tahun
pada anak perempuan dan 11,5 tahun pada anak laki-laki.
15.
Adakah Perbedaan Pada Otak Homoseksual Dan
Heteroseksual?
Dalam studi yang banyak
dipublikasikan LeVay (1991) menemukan bahwa struktur sebuah nukleus hipotalamik
pada homoseksual laki-laki berada di antara heteroseksual perempuan dan
heteroseksual laki-laki.
16.
Transeksualisme
Transeksualisme adalah gangguan
identitas seksual yang menyebabkan seorang individu yakin bahwa dirinya
terperangkap di tubuh jenis kelamin lain. Lebih halusnya, transeksual
menghadapi konflik yang aneh. “Saya adalah perempuan (atau laki-laki) yang
terperangkap dalam tubuh laki-laki (atau perempuan). Tolong!” Penting untuk
memahami keputusasaan mereka, mereka tidak sekedar berpikir bahwa hidup mungkin
akan lebih baik bila gender mereka berbeda.
17.
Indepedensi Orientasi Seksual dan Identitas Seksual
Ketertarikan seksual, identitas
seksual dan tipe tbuh kadang-kadang tidak saling berhubungan. Sebagai contoh,
perhatikan para transeksual. Mereka, menurut definisinya memiliki tipe tubuh
salah satu jenis kelamin dan identitas seksual jenis kelamin lawannya tetapi
orientasi ketertarikan seksual mereka adalah masalah yang tidak ada kaitannya
dengan itu.[9]
BAB II
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Lapar :
Sistem
pencernaan diawali dari mulut, disini karbohidrat dipecah oleh enzim yang
terkandung di saliva.
Dalam
pengendalian makan, otak mendapat input dari mulut, perut, usus, sel-sel makan
dan bagian lain.
Bagian otak yang penting dalam penentu keputusan tersebut adalah
beberapa nucleus dalam hipotalamus.
·
Nucleus Arkuat dan Hipotalamus Paraventikular
·
Hipotalamus lateral
·
Area hipotalamus medial
Factor-Factor
yang mempengaruhi kapan kita makan
·
Rasa lapar sebelum waktu makan
·
Pengkondisisan plavovian untuk rasa lapar
Factor-faktor
yang mempengaruhi seberapa banyak kita
makan
·
Sinyal kenyang
·
Sham eating
·
Appertizer Effect dan Rasa Kenyang
·
Besarnya porsi makan dan rasa kenyang
·
Pengaruh social dan rasa kenyang
·
Rasa kenyang spesifik-sensori
Gangguan Makan
·
Genetika dan Berat Badan
·
Anoreksia Nervosa
·
Bulimia Nervosa
Seks dsn Hormon:
·
Perilaku
jantan dan betina berbeda karena adanya hormon seks yang mengaktivasi gen-gen
tertentu. Gen-gen tertentu pada kromosom Y menjadi aktif pada otak jantan
paling tidak terdapat satu gen pada kromosom X yang menjadi aktif pada otak
betina.
·
Pengaruh
hormon yang mengatur, terjadi pada masa awal periode sensitive karena
menghasilkan perubahan anatomu dan fisiologi yang relative permanen.
·
Ketiadaan
hormone seks menyebabkan bayi mamalia mengembangkan alat kelamin eksternal yang
terlihat seperti betina. Penambahan testosteron yang mengarahkan perkembangan
kearah ciri khas jantan. Penambahan estradiol dalam batas tertentu tidak
menentukan apakah suatu individu terlihat seperti jantan atau betina. Akan
tetapi estradiol dan estrogen lainnya dapat memodifikasi beragam aspek
perkembangan otak dan organ seks internal.
·
Dalam masa
awal perkembangan hewan pengerat di dalam sel-sel otak tertentu, testosterone
diubah menjadi estradiol yang justru memaskulinisasi perkembangan. Estradiol
yang terdapat dalam darah tidak memaskulinisasi perkembangan karena senyawa
tersebut berikatan dengan protein di dalam darah. Mekanisme diferensiasi
seksual pada otak manusia belum dipahami dengan baik.
·
Pengaruh
hormone yang mengatur sepertinya memengaruhi pola nalar spesial. Pria
kebanyakan menggunakan istilah untuk menunjukan lokasi sementara wanita lebih
mengandalkan penanda lokasi.
·
Dalam masa
dewasa hormone seks dapat mengaktivasi perilaku seksual sebagian disebabkan
karena aktifitas pada area praoptik medial dan hipotalamus anterior.
Hormon-hormon mempersiapkan sel untuk melepaskan dopamine sebagai bentuk respon
kegairahan seksual. Dopamine yang dilepaskan ketika orgasme mirip dengan efek
yang dihasilkan oleh obat terlarang.
·
Siklus
menstruasi seorang wanita bergantung pada siklus umpan balik yang meningkatkan
atau mengurangi pelepasan beberapa hormone. Pada banyak spesies betina hanya
memberikan repons seksual dalam masa subur. Wanita dapat memberikan respon
seksual dalam periode apapun dalam siklus menstruasi.
·
Pada
betina sejumlah besar spesies mamalia hormon yang dilepaskan sekitar saat
melahirkan akan memfasilitasi perilaku matermal akan tetapi paparan yang
diperpanjang terhadap anak yang baru lahir juga cukup untuk memicu perilaku
parental. Pada perilaku parental manusia hormone bukanlah hal mutlak yang
dibutuhkan.
DAFTAR PUSTAKA
Pinel. John P.J. 2009. Biopsikologi.
Pelajar:Yogyakarta.
Kalat, James W. 2012. Biopsikologi. Salemba
Humanika:Jakarta.
[1] John P.J Pinel, BIOPSIKOLOGI, Terj. Helly Prajitno Soetjipto, Sri
Mulyantini Soetjipto (Yogyakarta:PUSTAKA PELAJAR),hlm, 366.
[3] James W Kalat, Biopsikologi, Terj. Dhamar Pramudito
(Jakarta:Salemba Humanika) hal 64
[4] Ibid, hal 72
[5] John P.J Pinel, op.cit hal 373
[6] James W Kalat, op.cit hal 80
[7] James W. Kalat,”Biopsikologi”, Salemba Humanika:Jakarta.2012,hlm
89-102
[8] James W.
Kalat,”Biopsikologi”, Salemba Humanika:Jakarta.2012,hlm 89-102
[9] John P.J Pinel,“Biopsikologi”,PUSTAKA PELAJAR:Yogyakarta.2009,hlm
406-431
Comments
Post a Comment