BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang,
terletak di tepi kanan dada. Di dalamnya terdapat lubang-lubang yang terisi
darah hitam. Hari merupakansumber dan tambahan nyawa. Hati secara rohaniah
adalah sesuatu yang halus, yang berasal dari alam ketuhanan. Hati adalah tempat
untuk merasa, mengetahui, mengenal segala hal, diberi beban, disiksa, dicaci.
Hati sangat berperan dalam kehidupan manusia setiap saat, baik
secara fisik, maupaun psikis. Fungsi utama hati adalah menggerakkan dan
mengarahkan kehidupan seseorang. Secara fisik, hati berfungsi sebagai
penyimpanan energi; pembentukan protein asam empedu; pengaturan metabolisme
kolesterol; dan penetralan racun dalam tubuh. Sementara dilihat dari psikisnya,
hati berfungsi layaknya pancaindra, yaitu perasa, pelihat, pendengar dan
peraba.
Mesin tidak akan berfungsi baik jika pada
komponen-komponennya terdapat karat atau hal-hal yang tidak sesuai dengan
standart operasinya. Sama halnya dengan hati jika tergores oleh noda yang di
akibatkan dosa.bagaimana bisa akan kita bahas dalam kajian dosa dan pengaruhnya
terhadapat kesehatan hati.
B. Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian dosa?
b.
Apa Sajakah Penyakit Hati ?
c.
Bagaimanakah hati dapat gelap karena dosa atau maksiat?
d.
Bagaimanakah hati yang sehat ?
e.
Bagaimanakah hati yang mati ?
f.
Bagaimanakah jalan masuknya setan kedalam hati ?
C. Tujuan
a.
Pembaca dapat mengerti dan memahami tentang dosa.
b.
Pembaca dapat mengerti dan memahami tentang penyakit hati.
c.
Pembaca dapat mengerti dan memahami tentang gelapnya hati karena dosa atau
maksiat.
d.
Pembaca dapat mengerti dan memahami tentang hati yang sehat.
e.
Pembaca dapat mengerti dan memahami tentang hati yang mati.
f.
Pembaca dapat mengerti dan memahami tentang jalan masuknya setan kedalam
hati.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dosa
Dosa adalah hal yang tidak sepaham dengan ajaran agama. Perbuatan (dosa)
yang tidak sesuai dengan syari’at agama yaitu maksiat.maksiat dalam perpsektif
fiqh sebenarnya tidak sebatas pada perbuatan zina atau mengkonsumsi minuman
keras dan sejenisnya. Ia juga mencakup misalnya, pidana pencurian, penistaan,
mengkonsumsi sesuatu yang di haramkan atau memberikan sanksi dan sumpah palsu.
Tempat untuk memahami dan mengendalikan diri itu ada di hati hatilah yang
menunjukkan watak dan siapakah diri kita sebenarnya.[1] Funsi
hati adalah untuk mengenal Tuhan, mencintai Tuhan, menemui Tuhan, dan pada
tingkat tertentu, melihat Tuhan atau berjumpa dengan-Nya. Hati yang berpenyakit
ditandai dengan tertutupnya mata batin seseorang dari penglihatan-penglihatan
rohaniah karena dosa yang telah seseorang perbuat.
B. Penyakit hati
Orang yang berdosa akan berpengaruh terhadap kesehatan hatinya karena orang berdosa pasti memiliki
penyakit didalam hatinya. Penyakit hati diantaranya adalah
Pertama : Marah (ghadlab) berarti
menyimpan ‘api’ dalam jiwanya. Orang yang suka marah- marah sama saja dengan
berakrab ria dengan iblis/syetan yang memang terbuat dari api. Jika dituruti
sifat ini membuat seseorang tidak dapat mengendalikan diri, hal ini hanya akan
membuahkan penyesalan. Nabi mengajarkan apabila sedang marah kita diperintahkan
mengubah posisi, atau mengambil air wudlu. ‘Memerangi’ sifat pemarah adalah
dengan sabar dan pemaaf .[2] Di
jelaskan pada QS Ali Imron 134.
tûïÏ%©!$#
tbqà)ÏÿZã
Îû
Ïä!#§£9$#
Ïä!#§Ø9$#ur
tûüÏJÏà»x6ø9$#ur
xáøtóø9$#
tûüÏù$yèø9$#ur
Ç`tã
Ĩ$¨Y9$#
3 ª!$#ur
=Ïtä
úüÏZÅ¡ósßJø9$#
ÇÊÌÍÈ
134. (yaitu) orang-orang yang
menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.
Kedua :
Egois (ananiyah) adalah orang yang hanya memikirkan demi kepentingan diri
sendiri. Sifat itu mengarah kepada kerakusan, tega merampas hak orang lain
karena segala sesuatu ingin dikuasainya
Keempat : Dengki. Menurut Socrates, orang dengki melewatkan hari-harinya
sambil menghancurkan dirinya sendiri dengan merasa sedih atas apa yang tidak
dapat dicapainya. Ia merasa sedih dan menyesal dan menghasratkan semua manusia
hidup dalam kesengsaraan dan penderitaan sambil membuat rencana jahat untuk
merenggut kebahagiaan mereka, bahkan ada yang berpendapat bahwa jiwa manusia
itu seperti sebuah kota ditengah gurun tanpa benteng atau tembok untuk
melindunginya. Angin kecilpun dapat merusak jiwa kita. Setiap orang awam
mengetahui bahwa ia harus kedokter apabila menderita sakit kepala tetapi orang
yang terjangkiti dengki tak pernah mencari seseorang untuk merawatnya. Orang
dengki membuat keberuntungan orang lain sebagai sasarannya. Dia mengunakan
setiap cara untuk mengambil kebehagiaan orang lain tersebut. Ia menjadi mangsa
keinginan-keinginan rendah tanpa menyadarinya. Orang dengki mewujudkan
niat-niat buruknya dengan menyebarkan tuduhan dan kebohongan tentang orang yang
didengkinya. Dan apabila ia merasa bahwa hawa nafsunya tidak memperoleh
kepuasan dengan perbuatan itu, bahkan ia mungkin merongrong kebebasan orang
yang didengkinya atau bahkan merenggut haknya untuk hidup, semata- mata untuk
memenuhi keinginannya yang tak berkesudahan.[3]
Keempat
: Sombong (takabur), yakni merasa diri lebih baik dari pada orang lain,
misalnya merasa lebih terhormat, lebih pantas, lebih pintar, lebih kaya , lebih
tampan/cantik, dsb.Sehingga sifat cenderung melecehkan dan memandang rendah
terhadap orang lain tanpa ada rasa bersalah, dan tak jarang tega
mendhalimi/aniaya orang lain.
Kelima : Kikir (bakhil) adalah
seseorang yang tak ingin apa yang dimiliki terlepas darinya, disengaja ataupun
tidak.
Keenam: Boros (israf) adalah suka
berfoya-foya atau menghambur- hamburkan apa yang dimilikinya, termasuk harta,
waktu dan masa mudanya untuk hal-hal yang tidak berguna.
Ketujuh : Mudah berkeinginan
(al-hirshu), sifat ini mendorong seseorang untuk rakus, tidak mau mensyukuri
apa yang sudah ada, hatinya tak pernah puas sehingga selalu merasa kurang.
Kedelapan : Berburuk sangka
(su’udhan), sehingga apapun yang dilakukan orang lain harus diintai dan perlu
dicurigai, sebab apapun yan
ada dan terjadi dihadapannya selalu
salah, yang benar dan baik hanyalah dirinya
Kesembilan : Suka bohong (kadzib)
adalah sifat tidak jujur, suka membolak-balikkan fakta dan menyembunyikan
kebenaran
C. Gelapnya hati karena dosa atau maksiat
Setiap hari tidak bosan-bosannya kita melakukan maksiat. Aurat terus
diumbar, tanpa pernah sadar untuk mengenakan jilbab dan menutup aurat yang
sempurna. Shalat 5 waktu yang sudah diketahui wajibnya seringkali ditinggalkan
tanpa pernah ada rasa bersalah. Padahal meninggalkannya termasuk dosa besar
yang lebih besar dari dosa zina. Saudara muslim jadi incaran untuk dijadikan
bahan gunjingan (alias “ghibah”). Padahal sebagaimana daging saudaranya haram
dimakan, begitu pula dengan kehormatannya, haram untuk dijelek-jelekkan di saat
ia tidak mengetahuinya. Gambar porno jadi bahan tontonan setiap kali browsing
di dunia maya. Tidak hanya itu, yang lebih parah, kita selalu jadi budak
dunia, sehingga ramalan primbon tidak bisa dilepas, ngalap berkah di
kubur-kubur wali atau habib jadi rutinitas, dan jimat pun sebagai penglaris dan
pemikat untuk mudah dapatkan dunia. Hati ini pun tak pernah kunjung sadar.
Tidak bosan-bosannya maksiat terus diterjang, detik demi detik, di saat
pergantian malam dan siang. Padahal pengaruh maksiat pada hati sungguh amat
luar biasa. Bahkan bisa memadamkan cahaya hati. Inilah yang patut direnungkan
saat ini.
Ayat yang patut jadi
renungan adalah firman Allah Ta’ala,
كَلَّا بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka.”
(QS. Al Muthoffifin: 14)
Makna ayat di atas
diterangkan dalam hadits berikut.
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ «
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا أَخْطَأَ خَطِيئَةً نُكِتَتْ فِى قَلْبِهِ نُكْتَةٌ
سَوْدَاءُ فَإِذَا هُوَ نَزَعَ وَاسْتَغْفَرَ وَتَابَ سُقِلَ قَلْبُهُ وَإِنْ
عَادَ زِيدَ فِيهَا حَتَّى تَعْلُوَ قَلْبَهُ وَهُوَ الرَّانُ الَّذِى ذَكَرَ
اللَّهُ ( كَلاَّ بَلْ رَانَ عَلَى قُلُوبِهِمْ مَا كَانُوا يَكْسِبُونَ) »
Dari Abu Hurairah, dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, “Seorang
hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah
titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat,
hatinya dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan
titik hitam tersebut hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar
raan” yang Allah sebutkan dalam firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak
(demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati
mereka’.”[4]
Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Yang dimaksudkan dalam
ayat tersebut adalah dosa di atas tumpukan dosa sehingga bisa membuat hati itu
gelap dan lama kelamaan pun mati.” Demikian pula yang dikatakan oleh Mujahid,
Qotadah, Ibnu Zaid dan selainnya.” [5]
Mujahid rahimahullah mengatakan, “Hati itu seperti telapak tangan.
Awalnya ia dalam keadaan terbuka dan jika berbuat dosa, maka telapak tangan
tersebut akan tergenggam. Jika berbuat dosa, maka jari-jemari perlahan-lahan
akan menutup telapak tangan tersebut. Jika ia berbuat dosa lagi, maka jari
lainnya akan menutup telapak tangan tadi. Akhirnya seluruh telapak tangan tadi
tertutupi oleh jari-jemari.”[6]
Penulis Al Jalalain rahimahumallah menafsirkan, “Hati mereka
tertutupi oleh “ar raan” seperti karat karena maksiat yang mereka perbuat.”[7]
Ibnu Taimiyah rahimahullah menyebutkan perkataan Hudzaifah dalam
fatawanya. Hudzaifah berkata, “Iman membuat hati nampak putih bersih. Jika
seorang hamba bertambah imannya, hatinya akan semakin putih. Jika kalian
membelah hati orang beriman, kalian akan melihatnya putih bercahaya. Sedangkan
kemunafikan membuat hati tampak hitam kelam. Jika seorang hamba bertambah
kemunafikannya, hatinya pun akan semakin gelap. Jika kalian membelah hati orang
munafik, maka kalian akan melihatnya hitam mencekam.”[8]
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan, “Jika dosa semakin
bertambah, maka itu akan menutupi hati pemiliknya. Sebagaimana sebagian salaf
mengatakan mengenai surat Al Muthoffifin ayat 14, “Yang dimaksud adalah dosa
yang menumpuk di atas dosa.”[9]
Inilah di antara dampak
bahaya maksiat bagi hati. Setiap maksiat membuat hati tertutup noda hitam dan
lama kelamaan hati tersebut jadi tertutup. Jika hati itu tertutup, apakah mampu
ia menerima seberkas cahaya kebenaran, sungguh sangat tidak mungkin. Ibnul
Qayyim rahimahullah mengatakan, “Jika hati sudah semakin gelap, maka
amat sulit untuk mengenal petunjuk kebenaran.”[10]
Perbanyaklah taubat dan istighfar, itulah yang akan menghilangkan gelapnya
hati dan membuat hati semakin bercahaya sehingga mudah menerima petunjuk atau
kebenaran.
D. Hati yang sehat
Agar manusia tidak dilanda penyakit hati karena perbuatan maka manusia
harus memfungsikan hati dengan maksimal. Berikut adalah kategori hati yang
sehat:
Hati
sehat ialah satu-satunya hati yang mmbuat pemiliknya selamat pada hari kiamat
karena ia menghadap kepada Allah dengan membawa hati tersebut. Sebagaimana
firman Allah:
يَوْمَ
لاَ يَنْفَعُ مَالٌ وَلاَ بَنُوْنَ (88) إِلاَّمَنْ أَتَى اللهَ بِقَلْبٍ سَلِيْمٍ
(89)
"Pada
hari di saat harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna, kecuali orang-orang
yang menghadap Allah dengan hati yang sehat." (QS. Asy-Syu'ara: 88-89)
Kata
(سَلِيْمَ) pada ayat tersebut berarti "yang
selamat" di mana keselamatan menjadi sifat yang melekat secara permanen
pada dirinya. Seperti kata (عَلِيْمٌ)
dan ( قَدِيْرٌ). Kata (شَلِيْمٌ) juga merupakan lawan kata (عَلِيْلٌ), (سَقِيْمٌ),
( مَرِيْضٌ) (semua berarti sakit). Sehingga kata ( سَلِيْمٌ) di sini berarti bebas dari segala macam Syahwat (kesenangan) yang bertentang dengan perintah
dan larangan Allah dan bebas dari segala macam syubhat yang berlawanan dengan firmanNya.
Maka
ia selamat dari pengabdian kepada selain Allah dan selamat dari ketundukan
kepada selain RasulNya. Sehingga pengabdiannya murni kepada Allah, baik dalam
bentuk keinginan, kecintaan, kepasrahan, keinsyafan, ketundukan, ketakutan
maupun harapan.
Dan
amal perbuatannya pun murni di tunjukan kepada Allah. Maka jika ia mencintai,
ia mencintai karena Allah. Jika ia membenci, ia membenci karena Allah. Jika ia
memberi, ia memberi karena Allah. Dan jika ia menahan pemberian, ia pun
menahannya karena Allah. Namun itu saja tidak cukup sebelum ia bebas dari
ketundukan dan kepatuhan kepada siapa saja selain RasulNya.
Sehingga
hatinya mengikat kontrak permanen dengannya untuk mengikuti dan meneladaninya-bukan
yang lain-dalam ucapan dan perbuatan.
E. Hati
yang mati
Hati
adalah yang yang paling mendalam untuk dapat mengendalikan jiwa. Jika hati
telah ternodai oleh dosa yang telah kita dan tidak kita hapus atau bersihkan
maka hati tersebut akan tidak berfungsi sedemikian asalnya atau hati akan dapat
mati jika seseorang terus-menerus berbuat dosa.
Hati
mati ialah hati yang tidak hidup. Ia tidak mengenal Tuhan nya, tidak
menyembahNya denga cara melaksanakan perintahNya, tidak mencintaiNya dan tidak
meridhaiNya. Ia justru berpihak kepada syahwat dan kesenangannya, kendati
dimurkai dan dibenci oleh Tuhan nya. Bila ia berhasil memuaskan syahwatnya, ia
tidak peduli apakah Tuhan nya ridha ataukah murka. Ia menyembah kepada selain
Allah dalam bentuk kecintaa, ketakutan, harapan, kerelaan, kebencian dan
penghormatan.
Jika
ia mencintai, ia mencintai karena hawa nafsu. Jika ia membenci, ia membenci
karena hawa nafsu. Jika ia tidak memberi, ia tidak memberi, ia pun memberi
karena hawa nafsu. Ia lebih suka memprioritaskan hawa nafsunya dari pada ridha
Tuhan nya. Maka hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, kebodohan adalag
penuntunnya dan kealpaan adalah kendaraannya.
Pikirannya
sibuk memikirkan cara mendapatkan kekayaan duniawi dan terbuai oleh kemabukan
hawa nafsu dan kecintaan pada kenikmatan sesaat (dunia). Ia dipanggil untuk
datang kepada Allah dan rumah Akhirat dari tempat yang jauh, tetapi ia tidak
menggubris orang yang memberinya nasihat dan lebih suka mengikuti setan yang
durjana.
Dunialah
yang mrmbuatnya merasa bernci dan suka. Hawa nafsu membuatnya tuli dan buta
terhadap apa saja selain kebatilan. Bergaul dengan pemilik hati semacam ini
adalah penyakit, berteman dengannya adalah racun dan duduk dengannya adalah
petaka.
F. Jalan
Masuk Setan ke dalam Hati
Ketahuilah
bahwa hati laksan benang. Sedangkan setan adalah musuh yang ingin masuk ke
dalamnya untuk menguasai dan memilikinya. Benteng itu tidak bisa dilindungi
dari musuh kecuali dengan menjaga pintu-pintunya, jalan-jalan masuknya dan
celah-celahnya. Tidak ada yang mampu menjaga pintu-pintunya selain orang yang
mengetahui pintu-pintu tersebut. Menjaga hati dari bisikan setan adalah wajib
hukumnya.
Dan
hindari bisikan setan tidak bisa dicapai kecuali dengan mengetahui celah-celah
yang bisa dimasukinya. Sehingga mengetahui celah-celah yang bisa dimasuki setan
juga wajib hujumnya.
Celah-celah
dan pintu-pintu yang bisa dimasuki setan adalah sifat-sifat manusia yang
jumlahnya banyak sekali. Tetapi kami akan menunjukkan pintu-pintu besar yang
berfungsi sebagia gerbang yang tidak pernah sempit berapapun banyaknya pasukan
setan yang datang.
Antara
lain sebagai berikut:
1.
Marah dan syahwat. Karena marah adalah hilangnya akal. Jika pasukan
akal lemah maka pasukan setan akan menyerang. Dan selagi manusia marah, setan
akan terus mempermainkannya seperti anak-anak mempermainkan bola.
2.
Dengki (iri hati) dan tamak. Karena selagi manusia merasa tamak
maka ketamakannya akan membuatnya buta dan tuli. Padahal cahaya mata hatilah
yang mengetahui celah-celah yang bisa dimasuki setan. Bila cahaya itu tertutup
oleh perasaan dengki dan tamak, ia tidak bisa lagi melihat. Ketika itulah setan
mendapat kesempatan untuk membuat apa saja yang bisa mengantarkan si tamak
kepada syahwatnya. Sehingga sesuatu terlihat baik di matanya, meskipun
sebenarnya adalah sesuatu yang mungkar dan keji.
3.
Kekenyangan makanan. Kendati makanan itu halal dan bersih, namun
kekenyangan dapat memperkuat syahwat. Sedangkan syahwat adalah senjata setan.
4.
Terburu-buru dan kurang teliti dalam segala hal.
Rasulullah
SAW bersabda:
الْعَجَلَةُ
مِنَ الشَّيْطَانِ وَالتَّأَنِّي مِنَ اللهِ تَعَالَى
"Tergesa-gesa
itu berasal dari setan, sedangkan kehati-hatian berasal dari Allah."
1.
Kikir dan takut miskin. Karena hal itulah yang menghalanginya untuk
berinfak dan bersedekah, mendorongnya untuk menyimpan dan menimbun harta, serta
mengakibatkan azab yang pedih.
2.
Fanatik kepada madzhab dan hawa nafsu, dendam kepada seteru dan
memandang rendah terhadapnya. Hal semacam itu dapat membinasakan hamba-hamba
Allah da orang-orang fasik secara keseluruhan. Karena mendiskreditkan orang dan
menyebut-nya kekurangannya adalah watak dasar manusia yang berasal dari
sifat-sifat binatang buas.
3.
Buruk sangka (su'udz dzan) kepada sesama muslim.
Allah SWT berfirman:
يَأَ يُّهَا
الَّذِيْنَ ءَامَنُواْ اجْتَنِبُواْ كَثِيْرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ
الظَّنِّ إِثْمٌ
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka,
karena sebagian dari prasangka itu adalah dosa." (QS. Al-Hujurat: 12)
Orang beriman selalu mencari alasan untuk memaklumi kondisi orang
lain. Sedangkan orang munafik selalu mencari-cari kesalahannya.
Jika anda bertanya: "Bagaimana cara menangkal masuknya setan?
Cukupkah dengan berdzikir kepada Allah dan mengucapkan Laa haula wala
quwwata illah billah?"
Ketahuilah bahwa hal itu bisa diatasi dengan menutup celah-celah
yang bisa menjadikan pintu masuk setan tersebut.
Caranya adalah dengan membersihkan hati dari sifat-sifat tercela
tersebut. Dan itu memerlukan dzikir yang panjang. Jika pangkal sifat-sifat
tercela itu bisa dipotong dari hati maka setan akan meninggalkan hati dan tidak
bersarang lagi di sana seta tidak mau keluar dari hati hanya dengan
dzikir kepada Allah.
Karena hakikat dzikir tidak bisa menguasai hati kecuali setelah
hati diisi dengan takwa dan dibersihkan dari sifat-sifat tercela. Jika tidak,
dzikir hanya akan menjadi omongan jiwa yang tidak mampu menguasai hati,
sehingga tidak mampu mengusir kekuaran setan.
Allah berfirman:
إِنَّ
الَّذِيْنَ اتَّقَوْاْ إِذَا مَسَّهُمْ طَئِفٌ مِّنَ الشَّيْطَنِ تَذَكَّرُوْا
فَإِذَا هُمْ مُّبْصِرُوْنَ (201)
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa
waswas dari setan, mereka ingat kepada Allah maka ketika itu juga mereka
melihat kesalahan-kesalahannya."
(QS. Al-A'raf: 201)
Setan itu sesungguhnya seperti anjing lapar yang mendekati anda.
Jika di depan anda tidak ada roti dan daging, ia akan menjauh hanya dengan
ucapan: "Hus!" Suara itu saja sudah cukup untuk mengusirnya. Tapi
jika di depan anda ada daging, sementara anjing itu lapar, ia pasti akan
mengincar daging itu dan tidak mau menjauh hanya dengan kata-kata.
Jadi, hati yang steril dari makanan setan dapat mengusir setan
hanya dengan dzikir. Sedangkan apabila hati telah didominasi oleh syahwat maka
kekuatan dzikir akan terdorong ke tepian hati, sehingga tidak bisa menguasai
penampangnya. Maka setanlah yang menguasia penampang hati.
Secara fitrah hati manusia
berpotensi menerima pengaruh raja dan juga berpotensi menerima pengaruh setan.
Kedua potensi itu sama kuat, tidak ada salah satu yang lebih unggul dari yang
lain. Salah satu pihak akan unggul bila mengikuti hawa nafsu dan memperturutkan
syahwat (kesenangan), atau berpaling darinya dan menentang bujuk
rayunya. Jika seseorang mengikuti
tuntutan amanah dan syahwat, setan akan berkuasa melalui hawa nafsu dan
hati berubah menjadi sarang setan dan gudang makanannya. Karena hawa nafsu
adalah makanan setan.
Sebaliknya jika ia memerangi
syahwatnya dan tidak membiarkannya berkuasa atas dirinya, serta meniru perangai
Malaikat, niscaya hatinya akan menjadi tempat tinggal dan persinggahan para
Malaikat. Pertarungan antara pasukan Malaikat dan pasukan setan di medan perang
hati terus berlangsung sampai salah satu pihak berhasil menguasai hati. Lalu
pihak yang menang itu menetap dan berkuasa di sana.
Sementara pihak yang kalah hanya
bisa menembusnya dengan cara mencuri-curi kesempatan. Sebagaimana besar hati
manusia telah dikuasai oleh pasukan setan. Sehingga hti mereka penuh dengan
bisikan yang mendorongnya untuk memprioritaskan dunia dan mengabaikan Akhirat.
Landasan penduduk hati oleh setan
adalah memperturutkan syahwat dan hawa nafsu. Dan setelah itu hati tersebut
tidak bisa direbut kembali kecuali dengan cara membersihkan hati dari makanan
setan, yaitu hawa nafsu dan syahwat dan mengisinya dengan dzikrullah
yang merupakan pencetus pengaruh Malaikat.
Hudzaifah bin Yaman berkata:"Rasulullah
bersabda:
تُعْرَضُ
الْفِتَنُ عَلَى الْقُلُوْبِ كَعَرْضِ الْحَصِيْرِ عُودًا عُودًا فَاَيُّ قَلْبٍ
أُشْرِبَهَا نُكِتَتْ فِيْهِ نُكْتَةٌ سَوْدَاءُ وَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا
نُكِتَتْ فِيْهِ نُكْتَةٌ بَيْضَاءُ حَتَّى تَعُوْدَ الْقُلُوْبُ عَلَى
قَلْبَيْنِ: قَلْبٌ أَسْوَدُ مُرْبَادًّا كَالْكُوزِ مُجَخِّيًا لاَ يَعْرِفُ
مَعْرُوفًا وَلاَيُنْكِرُ مُنْكَرًا إِلاً مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ، وَقَلْبٌ
أَبْيَضُ لاَتَضُرُّهُ فِتْنَنةٌ مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ
"Beragam fitnah akan ditawarkan
kepada hati seperti menawarkan tikar satu persatu. Lalu hati mana yang menyerap
fitnah itu akan dititik dengan satu titik hitan dan hati mana yang menolaknya
akan dititik dengan satu titik putih. Sehingga hati kembali kepada dua macam
hati: hati hitam kelabu seperti gelas miring, tidak mengenal nyang ma'ruf dan
tidak mengingkari yang mungkar kecuali apa yang diserap hawa nafsunya dan hati
putih yang tidak terpengaruh dengan fitnah selama langit dan bumi masih
ada."
Tatkala
dihadapkan pada fitnah berupa syahwat dan syubuhat, hati terbagi
menjadi 2 macam:
1.
Hati yang ketika ditawari fitnah langsung menyerapnya seperti spons
yang menyerap air, lalu muncul titik hitam di tubuhnya. Ia terus menyerap
setiap fitnah yang ditawarkan kepadanya hingga tubuhnya menghitam dan miring.
Bila sudah hitam dan miring ia akan berhadap dengan dua malapetaka yang sangat
berbahaya:
a.
Tidak dapat membedakan mana yang ma'ruf (baik) dan mana yang munkar (buruk). Terkadang penyakit ini semakin parah
sehingga ia menganggab yang ma'ruf
adalah munkar dan menganggab yang munkar adalah ma'ruf. Yang sunnah dianggab
bi'dah dan yang bi'dah dianggab sunnah. Yang benar dianggab salah dan yang
salah dianggab benar.
b.
Menjadikan hawa nafsu sebagi sumber hukum yang lebih tinggi dari
pada yang diajarkan oleh Rasulullah, selalu tunduk kepada hawa nafsu dan
mengikuti kemauannya.
2.
Hati putih yang telah disinari oleh cahaya iman yang terang
benerang. Jika hati semacam ini ditawari fitnah, ia akan mengingkari dan
menolaknya, sehingga sinarnya menjadi lebih kuat dan lebih terang.
Adapun fitnah yang ditawarkan kepada hati adalah fitnah syahwat
dan fitnah syubuhat. Yang pertama dapat merusak niat dan tujuan. Dan
yang kedua dapat merusak ilmu (pengetahuan) dan aqidah (keyakinan).
Berdasarkan keterangan diatas, penyakit hati dapat dibedakan
menjadi penyakit syahwat dan penyakit syubuhat. Penyakit syahwat dapat
dijelaskan dengan firman Allah:
فَلاَ
تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيْطَمَعَ اَّذِى فِى قَلْبِهِ, مَرَضٌ
"Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara, sehingga orang
yang di dalam hatinya ada penyakit menginginkan sesuatu." (QS. Al-Ahzab: 32)
Orang yang sakit bisa terganggu oleh sesuatu yang tidak dirasa
mengganggu oleh orang yang sehat, seperti sedikit panas, dingin atau gerakan.
Begitu pula hati yang sakit akan mengganggu dengan sekecil apa pun syahwat atau
syubuhat dimana ia tidak mampu menangkalnya jika mendatanginya.
Sementara hati yang sehat dan kuat dikeroyok oleh sekian kali lipat syahwat
atau syubuhat, namun berhasil menghalaunya dengan kekuatan dan kesehatannya.
Sedangkan penyakit syubuhat
adalah sebagaimana dinyatakan di dalam firman Allah:
فِى قُلُوْبِهِم
مَّرَضٌ فَزَا دَهُمُ اللهُ مَرَضًا
"Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah penyakitnya
oleh Allah." (QS.
Al-Baqarah: 10)
Penyakit-penyakit hati terkumpul pada penyakit syahwat dan penyakit
syubuhat. Al-Qur'an adalah penawar bagi kedua jenis penyakit hati
tersebut. Sebab, Al-Qur'an berisi bukti-bukit dan dalil-dalil mutlak yang bisa
membedakan antara haq (benar) dan bathil (salah). Sehingga
penyakit-penyakit syubuhat yang
merusak ilmu (pengetahuan), anggapan dan pemahaman bisa hilang karena seseorang
bisa melihat segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada.
Al-Qur'an adalah obat yang hakiki (sebenarnya) untuk mengatasi
penyakit samar dan bimbang. Tetapi hal itu tergantung pada pemahaman dan
pengetahuannya tentang makna yang dimaksud Al-Qur'an. Barangsiapa yang
dikaruniai hal itu oleh Allah, ia akan dapat melihat yang benar dan yang salah
secara jelas dengan hatinya seperti ia melihat siang dan malam.
Al-Qur'an dapat mengobati penyakit syahwat karena di dalamnya
terdapat hikmah dan petuah yang baik melalui targhib (anjuran), tarhib
(peringatan), anjuran untuk bersikap zuhud terhadap dunia dan menyukai Akhirat,
contoh-contoh dan kisah-kisah yang mengandung banyak pelajaran dan petuah.
Sehingga apabila hati yang sehat mengetahui hal itu, ia akan menyukai hal-hal
yang bermanfaat baginya di dalam kehidupannya (baca:dunia) dan di tempat
kembalinya (baca:Akhirat) dan membenci apa yang merugikan dirinya.
Maka hati pun mencintai jalan yang benar dan membenci jalan yang
menyimang. Jadi Al-Qur'an dapat menghilangkan penyakit-penyakit yang
menyebabkan munculnya keinginan-keinginan yang rusak, sehingga hati menjadi
baik, keinginannya menjadi baik dan kembali kepada fitrahnya yang asli.
Firman Allah SWT:
وَنُنَزِّلُ
مِنَ الْقُرْءَانِ مَا هُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِيْنَ
"Dan kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman." (QS. Al-Isra: 82)
BAB
III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dosa adalah hal yang tidak sepaham dengan ajaran agama. Perbuatan (dosa)
yang tidak sesuai dengan syari’at agama yaitu maksiat.maksiat dalam perpsektif
fiqh sebenarnya tidak sebatas pada perbuatan zina atau mengkonsumsi minuman
keras dan sejenisnya. Ia juga mencakup misalnya, pidana pencurian, penistaan,
mengkonsumsi sesuatu yang di haramkan atau memberikan sanksi dan sumpah palsu.
Orang yang berdosa pasti memiliki penyakit didalam hatinya. Penyakit hati
diantaranya adalah
a.
Marah (ghadlab)
b.
Egois (ananiyah)
c.
Dengki.
d.
Sombong (takabur),
e.
Kikir (bakhil)
f.
Boros (israf)
g.
Mudah berkeinginan (al-hirshu)
h.
Berburuk sangka (su’udhan),
i.
Suka bohong (kadzib)
Agar manusia tidak dilanda penyakit
hati karena perbuatan maka manusia harus memfungsikan hati dengan maksimal. Hati sehat ialah satu-satunya hati yang membuat pemiliknya selamat
pada hari kiamat karena ia menghadap kepada Allah dengan membawa hati tersebut.
Dosa sangat berpengaruh terhadap kesehatan hati dikarenakannya jika hati yang
sehat karena tidak berbuat dosa akan melahirkan hati yang sehat pula tetapi
jika seseorang melakukan hal-hal yang melanggar syari’at maka hati akan memiliki
noda hitam karena dosa. Dosa mengakibatkan fungsi hati yang tidak maksimal
(memiliki penyakit).
Dosa
yang menimbulkan noda di hati akan menjadikan penyakit hati yang jika
diteruskan maka hati akan mati. Pada saat seseorang berbuat dosa yang
menimbulkan titik-titik hitam itulah celah-celah setan memasuki hati manusia
dan akan merusak fungsi hati jika tidak di obati.
DAFTAR
PUSTAKA
Herwono. Dkk. 2002. Aa Gym Dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki
Diri Lewat Manajemen Qolbu. Bandung:Hikmah Mizan.
Taimiyah, Syekh Ibn. 2006. Jangan Biarkan Penyakit Hati Bersemi.
Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Hamka. 1983. Tafsir Al-Azhar. Jakarta: Panji Mas.
Tirmidzi, HR. At. No. 3334, Ibnu Majah
No. 4244, Ibnu Hibban (7/27) Dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi Mengatakan Bahwa
Hadits Ini Hasan Shahih. Syaikh Al Albani Mengatakan Bahwa Hadits Ini Hasan.
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Al Qurthubah, 14/268.
Fathul Qodir, Asy Syaukani, Mawqi’ At
Tafasir, 7/442.
Tafsir Al Jalalain, Al Mahalli Dan As Suyuthi, Mawqi’ At Tafasir, 12/360
Majmu’ Al Fatawa, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, Darul Wafa’, Cetakan Ketiga, 1426, 15/283
Ad Daa’ Wad Dawaa’, Ibnu Qayyim Al Jauziyah, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah
Bahreisy, Salim., dan Said Bahreisy. Tafsir Ibnu Katsier Jilid
1. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Bahreisy, Salim., dan Said Bahreisy. 2004. Tafsir Ibnu Katsier
Jilid 5. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Bahreisy, Salim., dan Said Bahreisy. 2006. Tafsir Ibnu Katsier
Jilid 6. Surabaya: PT. Bina Ilmu.
Farid, Ahmad. 2008. Manajemen Qalbu Ulama Salaf. Surabaya: PT.
eLBA MANDIRI SEJAHTERA.
[1] Herwono dan M.
Deden Ridwan, Aa Gym dan Fenomena Daarut Tauhid: Memperbaiki diri lewat manajemen
Qalbu, (Bandung: Hikmah-Mizan, 2002),h. 226
[2] 23Syekh
Ibn Taimiyah. Jangan Biarkan Penyakit hati Bersem,i PT. Serambi Ilmu Semesta.
(Jakarta, 2006). Hal :18-19 24 Hamka, Tafsir al Azhar, (Jakarta : Panji Mas,
1983) h. 154 25
[3] Hamka, Tafsir
Al-Azhar, (jakarta : Panji Mas, 1983), h.154
[4] HR. At Tirmidzi no. 3334, Ibnu Majah no. 4244, Ibnu Hibban
(7/27) dan Ahmad (2/297). At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
Comments
Post a Comment