BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1
apa
pengertian imagery?
1.2.2
Sebutkan
3 era historis dalam perumpamaan mental?
1.2.3
Sebutkan klasifikasi imagery visual?
1.2.4
Jelaskan
dukungan neurosains kognitif?
1.2.5
Jelaskan
petakognitif?
1.2.6
Jelakan
sinestesia: suara yang dihasilkan warna dan warna yang dihasilkan suara?
1.3
Tujuan
1.3.1
agar
pembaca dapat mengerti dan memahami pengertian imagery.
1.3.2
agar
pembaca dapat mengerti dan memahami 3
era historis dalam perumpamaan mental.
1.3.3
agar
pembaca dapat mengerti dan memahami klasifikasi imagery visual.
1.3.4
agar
pembaca dapat mengerti dan memahami dukungan neurosains kognitif.
1.3.5
agar
pembaca dapat mengerti dan memahami petakognitif.
1.3.6
agar
pembaca dapat mengerti dan memahami Jelakan sinestesia: suara yang dihasilkan
warna dan warna yang dihasilkan suara
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Imagery
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sering membayangkan sesuatu dalam pikiran kita.
Apakah ketika kita membaca novel, melamun angan-angan yang belum tercapai dan
lain sebagainya,membuat kita merasa sedang melihat bayangan tersebut secara
jelas.pada pembahasan psikologi kognitif hal tersebut disebut imagery.
Imagery
adalah proses membayangkan (memvisualisasikan) sesuatu yang tidak ada pada saat
proses membayangkan. Sebagai contoh: kita membayangkan sebuah pantai yang indah
dipagi hari yang dingin menusuk kulit, pada saat membaca sebuah novel. Imagery
berarti perumpamaan, pembandingan, pembayangan yang dilakukan secara mental.
Oleh karena itu jika menemukan istilah pembayangan mental atau perumpamaan
mental, itu berarti merujuk pada definisi imagery. Selain itu, imagery memiliki
banyak bentuk, misalnya visual (penglihatan), auditory (pendengaran, olfactory
(penciuman), dan lain debagainya.[1]
2.2 Persepektif
Historis
Kita dapat mengenal tiga era
historis dalam sejarah perumpamaan mental: era filosofis, era pengukuran, dan
era kognitif.
Selama
era filosofis, bayangan-bayangan mental dipandang sebagai bahan baku utama
dalam pembentukan pikiran, dan terkadang dipercaya sebagai elemen-elemen
pemikiran. Topik tersebut sangat diminati oleh para filsuf Yunani, terutama
Aritoteles berkeley, David Hume, dan David Hertley.
Era
pengukuran perumpamaan mental diawali oleh ilmuan Inggris, Sir Francis Galton
(1880, 1883/1907). Beliau membagikan sebuah kuesioner kepada 100 rekan-rekannya.
Separuh dari responden tersebut adalah orang-orang kenamaan dalam bidang ilmu pengetahuan.
Galton menerima para respondennya mengingat pemandangan-pemandangan yang mereka
lihat saat sarapan pagi, dan selanjutnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai
gambaran yang mereka alami.
Hasil penelitian tersebut
mengejjutkan Galton karena kelompokresponden yang terdiri dari para tokoh ilmu
pengetahuan “mengajukan protes bahwa mereka tidak mengenal perumpamaan mental”,
sedangkan para responden yang berasal dari masyarakat awam “melaporkan bahwa
gambaran yang mereka lihat sama jernihnya dengan pengalaman perspektual yang
sesungguhnya”. Pengujian imagery menrik minat sejumlah penelitian, seperti
Ticthener (1909) dan Betts (1909). Dalam penelitian mereka,para partisipan
sebuah wajah, atau matahari yang terbenam di ufuk horizon.
Minat
dam penyelidikan terhadap imagery dengan cepat meredup seiring runtuhnya mazhab
introspektrum dan berkembangnya mazhab behaviorisme, sebagaimana dicontohkan
dalam manifesto kaum behavioris (1913) karyaWaston. Manifesto behavioris,
sebagaimana istilah Woodworth (1948), mencela instropeksi, yang sesungguhnya
merupakan bagian penting dari pengujian-pengujian imagery sebagaimana yang
dsebutkan sebelumnya. Instrospeksi,
menurut Waston tidaklah menjadi bagian penting terhadap respons-respons yang
bisa diamati ( open response ), dan istilah-istilah seperti kesadaran, kondisi
mental, pikiran dan imagery adalah anethema (tema yang dianggap tabu). Setiap
penelitian yang menggunakan istilah-istilah tersebut akan menghacurkan
kariernya sendiri. Sebagaimana berbagai tpik lainnya dalam psikologi kognitif,
penelitian mengenal mental imagery pun terhenti selama beberapa dekade.
Penelitian
imagery dihidupkan kembali pada akhir era 1960-an, namun dalam dua kubu. Kubu
pertama berkaitan dengan asesmen imagery secara kuantitatif (Sheehan, 1967b)
dan penggunaan imagery sebagai sarana terapeutik. Kubu kedua jugga berhubungan
dengan asesmen imagery, namun lebih contong kesisi teoretik, yang dipelopori
oleh imagery melibatkan penggabungan konsep tersebut ke dalam suatu model
kognitif, yang didalamnya memuat representasi pengetahuan sebagai elemen
sentral. Pandangan ini tampak jelas dalam penelitian Sheoard (1975); Shepard
daan Metzler (1971); dan yang lebih modern, dalam studi-studi neurokognitif
oleh farah (1988), Kosslyn (1998), dan unik dari para penelitian tersebut.
2.3 Teori-Teori
Representasi Pengetahuan Secara Visual
Setudi
terhadap representasi pengetahuan secara visual memuculkan pertayaan yang lebih
besar mengenai bagaimana informasi visual disimpan da diambil dari memori. Kita
dapat mengajukan argumen bahwa aktivitas neurologis yang terasosialsi dengan
penyimpanan informasi memiliki bentuk yang spesifik. Artinya, informasi visual
disandikan sebagai suatu “gambar” internal yang dapat diaktifkan kembali dengan
memanggil gambar tersebut, seperti saat kita mengamati sebuah album foto.
Selain itu, kita dapat pula mengajukan argumen bahwa informasi visual akan
disaring, dihimpun, dan disimpan sebagai “pertanyaan-pertanyaan” abstrak mengenai bayangan atau citra yang
bersangkutan. Reaktivitas memori kemudian akan terdiri dari pemanggilan sandi (codes)
abstrak, yang selanjutnya akan merekontruksi bayangan subjektif yang
terasosiasi dengan sandi tersebut. Akhirnya, kita dapat mengajukan argumen
bahwa sejumlah informasi disimpan secara visual dan sejumlah informasi lainnya
disimpan dalam bentuk abstrak, yang mengindikasikan keberadaan sandi-sandi yang
beragam dalam pikiran.
Kemajuan yang sesungguhnya terjadi
dalam upaya mencari pemahaman yang lebih baik mengenai imagery. Kemajuan
tersebut di dapat melalui teknik-teknik
penelitian yang berdaya cipta (inventive research techniques) dan
hasil-hasil yang tegas (clear-cut results). Pada saat ini masih terdapat
perdebatan mengenai apakah perumpamaan visual sungguh-sungguh bersifat visual
ataukah dikendalikan oleh proses-proses kognitif yang bertujuan umum (yang
berbeda dengan proses-proses visual yang spesifik). Argumen yang mendukung
proses visual menyatakan bahwa perumpamaan mental melibatkan
representasi-representasi yang sama sebagaimana yang digunakan sebagai
penglihatan, sehingga kita “melihat” sebuah pohon sungguhan, sistem kognitif
akan mengaktifkan pemrosesan neural dan representasi-representai yang spesifik.
Ketika kita “membayangkan” sebuah pohon, sistem kognitif akan mengaktifkan
proses-proses dan representasi yang sama (atau sangat serupa). Sisi lain
argumen ini adalah bahwa representasi-representasi yang digunakan dalam imagery
tidaklah sama dengan representasi-representasi yang digunakan dalam persepsi
yang sesungguhnya. Argumen ini berisikan gagasan bahwa “berfikir dalam wujud
gambar” (thinking in pictures) pada dasrnya melibatkan pengetahuan yang
paling tepat di ekspresikan dalam bentuk representasi pengetahuan secara
tradisional (sepertacara proposionalatau secara asosiatif).[2]
Teori
terkini mengenai perumpamaan mental berfokus pda tiga hipotesis sentral:
a.
Hipotesis
penyandian ganda (dual-coding hypothesis)
Hipotesis mengenai keberadaan dua sandi dan dua sistem penyimpanan
(sandi dan sistem penyimpanan pertama bersifat khalayalan dan yang lainnya
bersifat verbal). Informasi dapat disimpan secara imaginal atau verbal atau
keduanya. Hal seperti ini dapat dilihat dari karya Paivio.
b.
Hipotesis
proposional konseptual (conceptual-propositional hypothesis)
Infomasi visual dan verbal direpresentasikan dalam benruk
proposisi-proposisi abstrak mengenai objek-objek beserta hubungannya. Hipotesis
ini dalam karya Anderso , Bower, Pylyshyn.
c.
Hipotesis
ekuivalensi funsional (funcional-equivalency hypotesis)
Yang mengatakan bahwa imagery dan persepsi melibatkan proses-proses
yang serupa. Didapat dar karya Sherard dan Kosslyn. Sherpard dan merzler (1971)
mengajukan ide mengenai rotasi mental dengan menggunakan petunjuk visual
terhadap stimuli visual dala memori.[3]
Hipotesis
penyandian-ganda
Penelitian
Paivio dan rekan-rekannya (1965;Paivio, Yuille, dan Madigan, 1968) mengenai
imagery meminjam ide dari penlitian-penelitian awalyang berupaya
menguantifikasikan imagery. Penelitian Paivio dkk. Menggunakan paradigma
pembelajaran asosiasi-berpasangan (paired-assosiated learning), yang
memang merupakan trend pda masa
itu. Langkah pertama yang diambil Paivio adalah menguantifikasikan kualitas
imagery yang dimiliki oleh kata-kata benda. Dalam metode tersebut sekelompok
mahasiswa (yang menjadi partisipan) menilai kata-kata benda berdasarkan
kemampuan kata-kata benda tersebut untuk memunculkan suatu citra atau suatu
gambar, memuat sample hasil penelitian tersebut, termasuk rating untuk imagery
(kemampuan kata yang diujikan untuk membangkitkan citra nonverbal), rating
untuk kekonkritan (rating terhadap acuan langsung ke pengalaman sensorik objek
yang bersangkutan). Rating untuk kebermaknaan (jumlah rata-rata kata yang
relevan, yang ditulis dalam waktu 30s), dan rating untk frekuensi(seberapa
lazimnya kata yang bersangkutan). Data-data tersebut mendukung ide yang telah
kita ketahui secara intuitif: bahwa beberapa kata besifat lebih visual
(misalnya: gajah, tomahawk, dan gereja), dan beberapa kata lain cukup sulit
divisualkan (seperti konteks, perbuatan, dan kebajikan).
Studi yang dilakukan oleh Paivio dan
rekan-rekannya telah mempelopori berkembangnya hipotesis penyandian ganda,
yakni suatu teori yang menjelaskan cara informasi direperesentasikan dalam
memori. Hipotesis tersebut disusun berdasarkan kesimpulan bahwa terdapat dua
sistem penyandian (dua cara informasi direpresentasikandalam memori): proses
imagery nonverbal dan proses simbolik verbal. Kedua sandi tersebut--imajinal
dan verbal—kadang saling meliputi satu sama lain (overlap) selama pemprosessan
informasi dalam tahap tersebut, sebuah skema penyandian akan menjadi dominan
bagi suatu kata tertentu.
Hipotesis
proposisional-konseptual
Andreson
dan Bower, tokoh yang mengembangkan model HAM (Human Associative Memory)
proposisional, mengkritik metafora “gambar mental” (mental picture).
Mereka menyatakan bahwa “tidaklah shahih secara ilmiah untuk mengasumsikan
bahwa memori, atau jenis-jenis pengetahuan lainnya, memiliki wujud serupa suatu
foto internal atau seperti kaset video, atau rekaman tape , yang dapat
kita aktifkandan kita putar ulang saat kita mengingat suatu citra”. Sekalipun
kita mampu mengalamisuatu perasaan subjektif mengenai suatu citra, komponen
kognitif yang mendasari pengalaman subjektif tersebut mungkin berupa suatu
bentuk yang sangat berbeda dari suatu citra atau gambaran. Sebuah alasan yang
mneyebabkan Adreson dan Bower menolak teori “gambar-dalam-kepala” berhubungan
dengan argumen konservasi yang menyatakan bahwa dalil mengenai penyimpanan yang
berisi gambar-gambar atau pemandangan-pemandangan yang lengkap adalah dalil
yang tidak berguna, sebab sistem memori semacam itu akan memerlukan penyimpanan
dan pengambilan yang melampaui kemampuan manusia. Sejumlah saran tetaplah
diperlukan untuk penyimpanan dan menginterpretasikan gambar-gambar internal
tersebut.
Hipotesis proposisional-konseptual
menyatakan bahwa kita menyimpan interpretasi-interpretasi terhadap
peristiwa-peristwa (verbal dan visual), alih-alih menyimpan komponen-komponen
citra atau gambaran. Andreson dan bower tidak menyangkal mundahnya mempelajari
kata-kata yang konkrit dibandingkan mempelajari kata-kata yang abstrak, namun
mereka mengatribusikan fenomena tersebut ke suatu gagasan bahwa konsep-konsep
yang konkrit di sandikan olehsebuah set yang berisi macam-macam predikat, yang
mengikat konsep-konsep tersebut sebagai suatu kesatuan. Mereka menyatakan bahwa
“satu-satunya perbedaan antara representasi internal terhadap suatu masukan
linguistik dan suatu gambaran memori adalah detail-detail informasi” (1973).
Hipotesis proposional-konseptual anderson dan bower
adalah sebuah sudut pandang yang secara teoritik elegan, dan sesuai dengan
model teoritik mereka (HAM). Meskipun demikian hipotesis tersebut memiliki kesulitan
menjelaskan sejumlah proses imagery yang tampak memerlukan struktur
internal yang bersifat isomorfikurutan kedua (secon-order isomorphic) terhadap
objek fisik yang sesungguhnya. (isomorfisme adalah konsep psikologi gestalt,
yang menyatakan bahwa bentuk atau wujud stimuli akan menimbulkan “peta” yang
serupa, namun lebih merupakan representasi simbolik, di medan rangsangan
korteks). Data-data penelitian yang mendukung proses-proses semacam itu telah
disajikan oleh shepard dan rekan-rekanya.
Hipotesis
Ekuivalensi-Fungsional
Sebagian besar kegemparan dalam
bidang perumpamaan mental pada era 1970-an disebabkan oleh demonstrasi dan
interpretasi rotasi mental (mental rotation) yang dilakukan oleh shepard dan
metzler (1971). Dengan menggunakan isyarat-isyarat dan petunjuk-petunjuk
visual, shepart mempelajari rotasi mental terhadap stimuli visual dalam memori.
Dalam eksperimenya, para partisipan menyaksikan dua gambar dan mereka diminta
apakah kedua gambar tersebut adalah objek yang sama. Dalam beberapa kasus, pola
kedua adalah suatu bayang-bayang cermin (miror image)dari gambar pertama
sehingga tidakkah “sama” dengan stimulasi yang asli, namun diputar (dirotasi).
Derajat rotasi berkisar antara 0 derajat hingga 180 derajat. Variabel bergantung (departemen variable) adalah
jumlah waktu yang digunakan untuk penilaian. Hasil eksperimen tersebut
menunjukan bahwa waktu yang di perlukan untuk merespon adalah sebuah fungsi
linear dari derajat rotasi. Artinya, stimulus yang dirotasi hanya dalam derajat
yang kecil akan menimbulakan waktu respon yang singkat, sedangkan stimulus yang
dirotasi dalam derajat rotasi yang besar menimbulkan waktu respon yang lebih
lama. Data-data tersebut menunjukan bahwa representasi internal dari setiap
stimuli memerlukan waktu sekitar 1 detik untuk setiap rotasi sebesar 50
derajat. Hasil eksperimen shepart memiliki pengaruh luas bagi teori kognitif.
Hubungan antara waktu yang diperlukan dan derajat rotasi mengindikasikan bahwa
proses internal adalah sebuah fungsi teratur (orderly function) dari jumlah transformasi
yang dibutuhkan. Dengan demikian, terdapat sebuah hubungan yang dekat antara
waktu yang diperlukan untuk rotasi mental yang spesifik dan derajat rotasi yang
sesungguhnya.
Shepard (1968) dan Chipman (1970)
mengenalkan istilah isomorfisme urutan kedua (second-order isomorphism)
untuk mepresentasikan hubungan antara objek-objek eksternal dan
representasi-representasi internal dari objek-objek yang tidak termasuk jenis
isomorfik. (isomorfik adalah konsep psikologi Gestalt yang menyatakan bahwa
bentuk atau wujud stimuli akan menimbulkan “peta gambaran” yang serupa dengan
stimuli aslinya, dimedan renagsangan korteks, namun “peta” tersebut lebih
merupakan represenasi simbolik dan bukan merupakan salinan yang sama persis
dengan stimuli aslinya). Perbedaan antara isomorfisme urutan pertama dan
isomorfisme urutan kedua adalah perbedaan yang hampir-hampir tidak kentara,
namun tetaplah penting. Dalam isomorfisme urutan kedua, objek tidak
direpresentasikan secara langsung atau secara struktural dalam otak kita, namuncara
kerja hubungan-hubungan internal tersebut sangat menyerupai cara kerja
hubungan-hubungan eksternal (sehingga disebut “urutan kedua” atau “second
order”).[4]
2.4
Imagery Visual
a.
Imagery Rotasi
Bayangkan
dua desain 3D di kertas, lalu putar gambar disebalah kiri dan kanan. Jika
setelah diputar bayangan gambar tersebut serupa, maka dapat dikatan bahwa
gambar tersebut sama, apabila gambar tersebut tidak serupa maka dapat dkatakan
bahwa gambar ituu tidak sama. Menurut Roger Shepard, operasi yang telah kita
lakukan atas objek didalam pikirkan (yang berarti juga dilakukan dalam mental)
serupa dengan operasi yang kita lakukan atas objek fisik yang sesungguhnya.
Selain itu, jika kita merotasi gambar yang sudah dikenal akan lebih mudah dari
pada merotasi gambar yang belum dikenal.
b.
Imagery Ukuran
Hasil
penelitian membuktikan bahwa orang akan cepat membuat penilaian terhadap objek
berukuran besar dibandingkan dengan objek berukuran kecil. Misalnya ketika
disandingkan antara gajah dan kelinci, maka binatang gajah akan lebih cepat
dikenali dibanding dengan binatang kelinci.
c.
Imagery Bentuk
Hasil
penelitian Paivio (1969) menunjukan bahwa semakin besar sudut yang dibentuk
jarum jam maka semakin cepat waktu yang diperlu untuk melakukan keputusan. Karteristik
mental image, yaitu:
a.
apabila
orang merotasi mental image, suatu rotasi besar membutuhkan waktu lebih lama,
sam seperti merotasi stimulus fisik denngan derajat yang besar.
b.
Orang
membuat penilaian ukuran dengan cara yang sama untuk mental image dan stimulus
fisik, kesimpulan ini berlaku untuk visual image dan auditory.
c.
Orang
membuat keputusan mengenai bentuk dengan cara serupa untuk mental image dan
stimulus fisik. Hal ini hanya berlaku untuk bentuk-bentuk sederhana (misalnya
sudut yang bentuk jarum jam dan bentuk rumit seperti daerah geografis).
Imagery
konsep “Bagian dan Keseluruhan”
Penelitian
dari Red tentang suatu pola merupakan bagian dari pola yang dilihat sebelumnya
yang menunjukan bahwa patisipan hanya benar 14% dari waktu yang disediakan dan
secara keseluruhan hanya 55%. Hal ini menunjukan bahwa orang tidak dapat
menyimpan mental pictures. Orang menyimpan mental picture sebagai penjelasan
didalam kode preposisional.
d.
Imagery Figure Yang Ambigu
Ketika
dilakukan penelitian pada gambar ambigu, dari 15 patisipan menunjukan bahwa
tidak ada satu orang pun yang mampu menginterpretasikan gambar tersebut,
padahal sebgian dari mereka termasuk kategori “high imagery”. Tetapi ketika
diminta membuat gambar dari memori dan menginterpretasikannya kembali, 15 orang
tersebut dapat menginterpretasikan. Gambar visual dapat diinterpretasikan jika
stimulus dan intruksinya sesuai; pengkodean dapat secara nyata meliputi anlog
pada beberapa situasi.
e.
Imagery intervensi
Ada
dua hasil penelitian yang menunjukan bahwa persepsi visual dapat mengganggu
visual imagery, dan visual imagery dapat pula mengganggu persepsi visual.
·
Visual
task interfering with visual imagery
Hasil penelitian Brooke (1968) menunjukan bahwa persepsi visual
kita dapat mengganggu tugas yang memerlukan visual imagery, sebalikan tugas
yang memerlukan visual imagery dapat mengganggu persepsi visual
·
Visual
imagery interfering with visual task
Hasil penelitian Segal (1970) menunjukan bahwa partisipan kurang
tepat mendeteksi stimulus fisik apabila image dan isyarat ada didalam sensori
mode yang sama.[5]
2.5
Dukungan Neurosains Kognitif
Selain
data waktu disajikan dalam eksperimen-eksperimen Shepard, sejumlah peneliti
telah menyajkan bukti-bukti neurologis yang mendukung rotassi mental. Salah
satu studi tersebut, yang dilakukan oleh Georgopoulos, Lurito, Petrides,
Schwartz, dan Massey (1989, adalah studi yang menarik. Para peneliti tersebut
menguji aktivitas elektrik dalam otak seekor kera rhesus saat kera tersebut
melakukan suatu tugas rotasi mental. Kera tersebut dilatih untuk memutar sebuah
gagang sebagai respons terhadap lokasi suatu berkas cahaya. Jika cahaya
tersebut muncul di lokasi tertentu, kera tersebut harus memutar gagang kearah
cahaya tersebut. Penelitian itu sendiri sesungguahnya bertujuan menyelidiki
prosesyang terjadi di korteks kera tersebut, yang di interpretasikan para
peneliti sebagai rotasi mental, persis sebelum kera tersebut memeutar gagang.
Beberapa milidetik sebelum terjadinya respons, kera tersebut telah
mengantisipasi gerakan tersebut. Proses kognitif inilah (antisipasi itu
sendiri) yang menarik minat para peneliti, yang berupaya mengukur proses
tersebut. Georgopoulos dan rekan-rekannya mengukur aktivita elektrik dalam
korteks motorik keratersebut selama periode kritis, dan denganbantuan grafik
yang dihasilkan komputer, para peneliti menemukan sel-sel otak yang memberikan
respons sesuai pola-pola yang berkaitan dengan atah berkas cahaya tersebut.
Hasil penelitian menunjukan adanya bukti neurologis langsung terhadap rotasi
mental sekaligus memunculkan hipotesis mengenai manfaat penggunaan rekaman
“sel-tunggal” (single cell recording) aktivitas neural sebagai pelengkap
data-data behavioral dalam pengidentifikasian kerja-kerja kognitif.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian
Shepard dan rekan-rekannya, dan juga berdasarkan penemuan-penemuan neuronsains
kognitif, terbentuklah asumsi kuat yang mendukung keberadaan bayangan-bayangan
atau gambaran-gambaran dalam pikiran yang setidaknya secara fungsional identik
dengan objek-objek dunia nyata (bahkan bisa jadi secara struktural identik).
Serangkaian penelitian yang lain mempelajari ukuran dan
karakteristik spasial dari sebuah objek serta mempelajari bagaimana ukuran dan
karakteristik spasial tersebut mempengaruhi pemrosesan kognitif. Dalam serangkaian
eksperimen, Kosslyn dan rekan-rekannya
(Kosslyn,1973,1975,1976a,1977,1980,1981,1994,1995;Kosslyn dan
Pomerantz,1977;Kosslyn dkk.,1993) telah mempelajari imagery berdasarkan sudut
pandang karakteristik-karakteristik spasialnya dan, baru-baru ini, dengan
bantuan tegnologi pencitraan otak (akan di diskripsikan nanti). Penelitian
Kosslyn terutama mendemostrasikan bahwa sebuah gambar mental memiliki kemiripan
dengan persepsi suatu objek yang riil. Sebagian besar eksperimen Kosslyn dibuat
berdasarkan asumsi bahwa sebuah citra atau gambaran memiliki
karakteristik-karakteristik spasial, yang dapat dipindai, dan sistem kognitif
memerlukan waktu lebih lama untuk memindai jarak yang jauh dibandingkan jarak
yang dekat. Dalam sebuah eksperimen (1973) Kosslyn meminta para partisipan
untuk menghafalkan set berisi gambar-gambar, yang kemudian membayangkan
gambar-gambar tersebut satu per satu. Sebagai contoh,mereka diminta “memusatkan
perhatian”pada ujung objek yang mereka bayangkan (sebagai contoh,jika objek
yang mereka bayangkan adalah sebuah perahu motor, mereka diminta “mengamati”
bagian perahu tersebut). Para peneliti menyebutkan karakteristik yang mungkin
muncul dalam gambaran asli, dan para partisipan diminta menentukan apakah
karakteristik tersebut sungguh-sungguh muncul dalam gambar yang asli tersebut.
Hasil penelitian menunjukan bahwa para partisipan membutuhkan waktu yang lebih
lama untuk membuat keputusan mengenai karakteristik-karakteristik yang
melibatkan pemindaian terhadap jarak. Sebagian contoh, pemindaian dari buritan
kapal (stren) ke haluan kapal (porthole) ke haluan. Para
pertisipan yang dimintai memepertahankan seluruh gambar dalam benaknya tidak
menunjukkan perdedaan waktu yang diperlukan untuk mengidentifikasi
karakteristik-karakteristik dari lokasi-lokasi yang berbeda. Tampaknya,
gambar-gambar mental dapat dipindai, dan waktu yang diperlukan untuk memindai
gambar-gambar mental tersebut sama dengan waktu yang diperlukan untuk memindai
gambar-gambar riil.
Perumpamaan mental dan persepsi stimulus riil memiliki banyak
kesamaan. Meskipun demikian, untuk memuaskan keingintahuan kita akan
kesempurnaan analogi persepsi pada perumpamaan (imagery), bukti-bukti neurologis.
Observasi klinis oleh Luria (1976) dan Farah (1988,1995) terhadap para pasien
yang mengalami kerusakan neurologis bahwa kerusakan hemisfer otak kiri
berkaitan dengan gangguan memori verbal, sedangkan kerusakan hemisfer otak
kanan berkaitan dengan gangguan memeori visual. Penemuan-penemuan tersebut
mendukung teori penayandian ganda: sebuah sistem lainnya diguankan untuk
menyandikan dan memproses informasi verbal.
Dasar penelitian (rationale) yang melandasi sebagian besar
eksperimen terkait aktivitas otak dan imagery adalah bahwa pengaktifan suatu
proses kognitif, seperti imagery atau fikiran verbal, diekspresikan dalam wujud
aktivitas otak yang terpusat (terlokalisasi), yang diukur melalui aliran darah
religional.[6]
2.6
Peta Kognitif
Peta
kognitif adalah representasi internal bagaimana lingkungan spasial kita
tersusun.peta mental dapat diliputi gambaran seperti pada peta, dan juga
preposisi. Informasi pada peta mental dapat meliputi pengetahuan penujuk arah
dan pengetahuan prosedural. Peta mental meliputi pengetahuan survey, melalui
peta atau menjelajahi lingkungan berulang-ulang.
1.
peta
kognitif : jarak
jumlah kota yang menghalangi memiliki pengaruh yang jelas dalam
memperkirakan jarak. Secara umum, bila dua kota didstribusikan secara acak pada
suatu daerah (Jakarta dan Bandung), dua kota lain tentu saja terpisah lebih
jauh saat ada tiga kota lain (Cianjur, Purwakarta dan Bogor)diantara dua kota
tersebut ; dua kota tanpa ada yang menghalangi kelihatanlebih dekat satu dengan
yang lain. Orang menganggap dua kota berjarak dekat satu sama lain apabila
jalan yang menghubungkannya adalah garis lurus dibandingkan dengan rute yang
tidak langsung. Berdasarkan penelitian oleh Hirtle & Mascalo, 1986; Hirtle
& Jonides, 1985; dalam Matlin (1998) dapat disimpulkan bahwa terdapat
distorsi dalam perkiraan 30 jarak pada saat dua tempat terlihat dekat secara
sematik, kita percaya bahwa kedua tempat tersebut berdekatan secara geografis.
2.
Peta
kognitif : Bentuk
Penelitian yang dilakukan oleh Moar dan Bower (1983) tentang
perkiraan orang terhadap sudut yang dibentuk oleh persimpangan dua jalan adalah
partisipan menunjukan kecenderungan “mengatur” sudut sehinggan terlihat seperti
sudut 90’. Hal tersebut dapat terjadi karena kita menggunakan heuristic atau simple-role-of-tum.
Pada rule-of-tumb, saat dua jalan bertemu mereka memebentuk sudut 90’.
Akan lebih mudah untuk menggambarkan sudut pada peta mental mendekati 90’
daripada sudut yang sebenarnya. Contoh ini dapat lerlihat pada peta biasanya
dibubuhkan pada bagian belakang undangan pernikahan.
3.
Peta
Kognitif : Posisi Relatif
a. The Rrotation Heuristic
gambar yang agak miring
akan diingat sebagai gambar yang lebih vertikal atau horizontal dari pada yang
sebenarnya.
b. The Alignment Heuristic
gambar akan diingat lebih sejajar daripada yang sebenarnya.
2.6
Sinestesia: Suara yang Dihasilkan Warna dan Warna yang Dihasilkan Suara
Sinestesia adalah suatu kondisi
ketika sensasi-sensi dari sebuah modalitas perseptual (misalnya penglihatan)
dialami juga dalam modalitas yang lain (seperti pengdengaran). Seperti orang
dapat mengecap bentuk, meraba bunyi,atau melihat angka dan huruf dalam warna.
Sinesstesia seperti dikendalikan
oleh peraturan tertentu dalam otak, dan tidak terjadi secara acak. Sebagai
contoh: terdapat hubungan positif antara peningkatan pola titinada (pitch)
suatu suara dan peningkata kecermalng (bersin cenderung lebih terang dibanding
batuk).
Penelitian neurokognitif mengatakan
bahwa yang terjadi dalam otak ketika sinestesia terjadi adalah adanya
“percakapan silang” antara bagian otak yang satu dan yang lainnya, atntara
bagian visual dan auditori sebagai contoh. Hal ini dapat terjadi karena pada
sistem pemrosesan informasi terjadi karena pararel dan berlebih di dalam otak.
Vilayanur Ramachandran dan Brain and Perception Laboratory (UC San
Diego) mengatakan bahwa otak manusia disetel secara genetis sedemikian rupa
sehingga konsep-konsep, persepsi-persepsi, dan nama-nama objek secara rutin
saling terhubung bersama satu sama lain, sehingga memunculkan metafora-metafora
yang digunakan bersama secara luas – seperti baju berwarna “meriah atau keju
berbau “tajam”. Tumpang tiindih istilah yang metafora seperti ini biasa kita
jumpai di dalam karya puisi yang ditulis oleh penyair dan cerpen-cerpen yang
ditulis oleh cerpenis.[7]
PENUTUP
BAB III
3.1
Kesimpulan
1.
Imagery
adalah proses membayangkan (memvisualisasikan) sesuatu yang tidak ada pada saat
proses membayangkan.
2.
Tiga
era historis dalam sejarah perumpamaan mental: era filosofis, era pengukuran,
dan era kognitif.
3.
Teori-Teori
Representasi Pengetahuan Secara Visual
a. Hipotesis penyandian ganda (dual-coding hypothesis)
b. Hipotesis proposional konseptual (conceptual-propositional
hypothesis)
c. Hipotesis ekuivalensi funsional (funcional-equivalency hypotesis)
4.
Imagery
Visual
a.
Imagery Rotasi
b.
Imagery Ukuran
c.
Imagery Bentuk
d.
Imagery Figure Yang Ambigu
e.
Imagery intervensi
5.
Selain
data waktu disajikan dalam eksperimen-eksperimen Shepard, sejumlah peneliti
telah menyajkan bukti-bukti neurologis yang mendukung rotassi mental. Salah
satu studi tersebut, yang dilakukan oleh Georgopoulos, Lurito, Petrides,
Schwartz, dan Massey (1989, adalah studi yang menarik. Para peneliti tersebut
menguji aktivitas elektrik dalam otak seekor kera rhesus saat kera tersebut
melakukan suatu tugas rotasi mental.
6.
Sinestesia
adalah suatu kondisi ketika sensasi-sensi dari sebuah modalitas perseptual
(misalnya penglihatan) dialami juga dalam modalitas yang lain (seperti
pengdengaran). Seperti orang dapat mengecap bentuk, meraba bunyi,atau melihat
angka dan huruf dalam warna.
DAFTAR PUSTAKA
Solso, Robert L. 2007. Psikologi Kognitif. Jakarta: Erlangga.
Baihaqi, MIIF. 2016. Pengantar Psikologi Kognitif. Bandung: Refika
Aditama.
[1]
MIF Baihaqi, Pengantar Psikologi Kognitif, (Bandung:Refika
Aditama,2016), hlm,131.
[2]
Robert L.Solso, dkk, Psikologi Kognitif (edisi 6), (Jakarta:
Erlangga,2007), hlm 297-300.
[3]
MIF Baihaqi, Pengantar Psikologi Kognitif, (Bandung:Refika
Aditama,2016), hlm,134.
[4]
Robert L.Solso, dkk, Psikologi Kognitif (edisi 6), (Jakarta:
Erlangga,2007), hlm 297-300.301-305.
[5]
MIF Baihaqi, Pengantar Psikologi Kognitif, (Bandung:Refika
Aditama,2016), hlm,135-137.
[6]
Robert L.Solso, dkk, Psikologi Kognitif (edisi 6), (Jakarta:
Erlangga,2007), hlm 297-305-309..
[7]
MIF Baihaqi, Pengantar Psikologi Kognitif, (Bandung:Refika Aditama,2016),
hlm,137-139.
Comments
Post a Comment